Kamis, 24 Oktober 2013

Penjelasan Undang-undang Kepabeanan No.17 Tahun 2006

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  17  TAHUN  2006
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995
TENTANG KEPABEANAN

I.   UMUM

Pesatnya perkembangan industri dan perdagangan menimbulkan tuntutan masyarakat  agar pemerintah dapat memberikan kepastian hukum dalam dunia usaha. Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang berfungsi sebagai fasilitasi perdagangan harus dapat membuat suatu hukum kepabeanan yang dapat mengantisipasi perkembangan dalam masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, masyarakat menganggap bahwa rumusan tindak pidana penyelundupan yang diatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan yang menyatakan bahwa “Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan Undang-Undang ini dipidana karena melakukan penyelundupan”, kurang tegas karena dalam penjelasan dinyatakan bahwa pengertian  "tanpa mengindahkan" adalah sama sekali tidak memenuhi ketentuan atau prosedur. Hal ini berarti jika  memenuhi salah satu kewajiban seperti menyerahkan pemberitahuan pabean tanpa melihat benar atau salah, tidak dapat dikategorikan sebagai penyelundupan sehingga tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat, oleh karenanya dipandang perlu untuk merumuskan kembali tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan secara eksplisit menyebutkan bahwa kewenangan DJBC adalah melakukan pengawasan atas    lalulintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean, namun mengingat letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang lautnya berbatasan langsung dengan negara tetangga, maka perlu dilakukan pengawasan terhadap pengangkutan barang yang diangkut melalui laut di dalam daerah pabean untuk menghindari penyelundupan dengan modus pengangkutan antar pulau, khususnya untuk barang tertentu. Secara implisit dapat dikatakan bahwa  pengawasan pengangkutan barang tertentu dalam daerah pabean merupakan perpanjangan kewenangan atau bagian yang tidak terpisahkan dari kewenangan pabean sebagai salah satu instansi pengawas perbatasan.

Sehubungan dengan hal tersebut masyarakat memandang perlu untuk memberikan kewenangan kepada DJBC untuk mengawasi pengangkutan barang tertentu yang diusulkan oleh instansi teknis terkait.

Tempat Penimbunan Berikat (TPB) sebagai bentuk insentif di bidang kepabeanan yang selama ini diberikan, tidak dapat menampung tuntutan investor luar negeri untuk dapat melakukan pelelangan, daur ulang, dan kegiatan lain karena adanya pembatasan tujuan TPB hanya untuk menimbun barang impor untuk diolah, dipamerkan, dan/atau disediakan untuk dijual. Untuk menghindari beralihnya  investasi ke negara-negara tetangga serta sebagai daya tarik bagi investor asing perlu diberikan suatu insentif, kepastian hukum, dan kepastian berusaha  dengan perluasan fungsi TPB.

Dalam kaitannya dengan perdagangan internasional, Undang-Undang kepabeanan idealnya dapat mengikuti konvensi internasional dan praktek kepabeanan internasional sehingga perlu melakukan penyesuaian Undang-Undang kepabeanan Indonesia dengan menambahkan atau mengubah ketentuan sesuai  dengan konvensi tersebut.

Pasal 96 sampai dengan Pasal 101 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, mengatur lembaga banding. Namun ternyata lembaga tersebut belum dibentuk dengan pertimbangan telah dibentuk badan penyelesaian sengketa pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang kemudian diganti dengan Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Kompetensi pengadilan pajak mencakup banding di bidang kepabeanan sehingga Pasal 96 sampai dengan Pasal 101 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tidak diperlukan lagi dan dihapus.

Sesuai dengan Agreement on Implementation of Article VII of General Agreement on Trade and Tariff  (GATT) 1994Article 22 menyebutkan bahwa perundang-undangan nasional harus memuat  ketentuan penetapan nilai pabean sesuai World Trade Organization (WTO) Valuation Agreement. Dalam Article 4 Konvensi tersebut diatur bahwa metode komputasi dapat digunakan mendahului metode deduksi atas permintaan importir. Indonesia telah menggunakan kesempatan untuk menunda pelaksanaan Article 4 Konvensi tersebut selama 5 (lima) tahun yang berakhir pada tahun 2000, sehingga ketentuan penetapan nilai pabean sesuai Article 4 Konvensi tersebut harus dimasukkan dalam perubahan Undang-Undang Kepabeanan ini.


II.  PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup Jelas.


Pasal 2
Ayat (1)
Ayat ini memberikan penegasan pengertian impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki daerah pabean dan menetapkan saat barang tersebut terutang bea masuk serta merupakan dasar yuridis bagi pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan.

Ayat (2)
Ayat ini memberikan penegasan tentang pengertian ekspor. Secara nyata ekspor terjadi pada saat barang melintasi daerah pabean, namun mengingat dari segi pelayanan dan pengamanan tidak mungkin menempatkan pejabat bea dan cukai di sepanjang garis perbatasan untuk memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan barang ekspor, maka secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi pada saat barang tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar daerah pabean.
Yang dimaksud dengan sarana pengangkut, yaitu setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut, atau sarana lain yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang.
Yang dimaksud dimuat yaitu dimasukkannya barang ke dalam sarana pengangkut dan telah diajukan pemberitahuan pabean termasuk dipenuhinya pembayaran bea keluar.

  Ayat (3)
Ayat ini memberikan penegasan bahwa walaupun barang tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar daerah pabean, jika dapat dibuktikan barang tersebut akan dibongkar di dalam daerah pabean dengan menyerahkan suatu pemberitahuan pabean, barang tersebut tidak dianggap sebagai barang ekspor.


  Pasal 2A
Pengenaan bea keluar dalam pasal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasional, bukan untuk membebani daya saing komoditi ekspor di pasar internasional.


 Pasal 3
Ayat (1)
Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean yang diajukan terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean dalam bentuk penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

 Ayat (3)
Pada dasarnya pemeriksaan pabean dilakukan dalam daerah pabean oleh pejabat bea dan cukai secara selektif dengan mempertimbangkan risiko yang melekat pada barang dan importir.
Namun, dengan mempertimbangkan kelancaran arus barang dan/atau pengamanan penerimaan negara, Menteri dapat menetapkan pelaksanaan pemeriksaan pabean di luar daerah pabean oleh pejabat bea dan cukai atau pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Pasal 4
Pada dasarnya  pemeriksaan pabean dilakukan di dalam daerah pabean oleh pejabat bea dan cukai.
Dalam rangka mendorong ekspor, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar dunia, diperlukan suatu kecepatan dan kepastian bagi eksportir. Dengan demikian, pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas barang ekspor harus diupayakan seminimal mungkin sehingga terhadap barang ekspor pada dasarnya hanya dilakukan penelitian terhadap dokumennya.
Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan pabean yang diajukan, pasal ini memberikan kewenangan kepada menteri untuk dalam hal-hal tertentu dapat mengatur tata cara pemeriksaan fisik atas barang ekspor.

Pasal 4A
Ayat (1)
Pengawasan pengangkutan barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat ini  hanya dilakukan terhadap pengangkutan barang tersebut dari satu tempat ke tempat lain dalam daerah pabean yang dilakukan melalui laut.

Pengawasan pengangkutan barang tertentu ini  bertujuan untuk mencegah penyelundupan ekspor dengan modus pengangkutan antarpulau barang-barang strategis seperti hasil hutan, hasil tambang, atau barang yang mendapat subsidi.

         Ayat (2)
Yang dimaksud dengan instansi teknis terkait yaitu kementerian atau lembaga pemerintah nondepartemen yang berwenang.

          Ayat (3)
Cukup Jelas.

Pasal 5
    Ayat (1)
Dilihat dari keadaan geografis Negara Republik Indonesia yang demikian luas dan merupakan negara kepulauan, maka tidak mungkin menempatkan pejabat bea dan cukai di sepanjang pantai untuk menjaga agar semua barang yang dimasukkan ke atau yang dikeluarkan dari daerah pabean memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan kewajiban pabean hanya dapat dilakukan di kantor pabean. Penegasan bahwa pemenuhan kewajiban pabean dilakukan di kantor pabean maksudnya yaitu jika kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk sebagai kantor pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang ini.

Dengan demikian, pengawasan lebih mudah dilakukan, sebab tempat untuk memenuhi kewajiban pabean seperti penyerahan pemberitahuan pabean atau pelunasan bea masuk telah dibatasi dengan penunjukan kantor pabean yang disesuaikan dengan kebutuhan perdagangan.
Pemenuhan kewajiban pabean di tempat selain di kantor pabean dapat diizinkan dengan pemenuhan persyaratan tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri, sesuai dengan kepentingan perdagangan dan perekonomian, atau apabila dengan cara tersebut kewajiban pabean dapat dipenuhi dengan lebih mudah, aman, dan murah.
Pemberian kemudahan berupa pemenuhan kewajiban pabean di tempat selain di kantor pabean tersebut bersifat sementara.

Ayat (2)
Cukup Jelas.


Ayat (3)
Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu lintas barang dan ketertiban bongkar muat barang, serta pengamanan keuangan negara, Undang-Undang ini menetapkan adanya kawasan pabean di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan menetapkan adanya kantor pabean.
Penunjukan pos pengawasan pabean dimaksudkan untuk tempat pejabat bea dan cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari kantor pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi kewajiban pabean.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Pasal 5A
Ayat (1)
Data elektronik (softcopy) yaitu  informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
     Cukup Jelas.

Ayat (4)
  Cukup Jelas.
   
   Pasal 6
Ayat (1)
Ayat ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian kewajiban pabean atas barang impor atau ekspor harus didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang ini yang pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Ayat (2)
Cukup Jelas.


Pasal 6A
Ayat (1)
Dengan semakin berkembangnya penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan kepabeanan, diperlukan adanya sarana untuk mengenali pengguna jasa kepabeanan melalui nomor identitas pribadi yang diberikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dengan nomor identitas pribadi itu dimaksudkan bahwa hanya orang yang memiliki nomor identitas tersebut yang dapat mengakses atau berhubungan dengan sistem teknologi informasi kepabeanan.
Pemerolehan nomor identitas tersebut dapat dilakukan dengan cara registrasi, misalnya registrasi importir, eksportir, dan pengusaha pengurusan jasa kepabeanan.

Ayat (2)
Pengecualian yang dimaksud pada ayat ini diberikan kepada orang yang menyelesaikan kewajiban pabean tertentu antara lain atas barang penumpang, barang diplomatik, atau barang kiriman melalui pos atau perusahaan jasa titipan.

Ayat (3)
Cukup Jelas.


Pasal 7A
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur kewajiban bagi pengangkut untuk memberitahukan rencana kedatangan sarana pengangkutnya sebelum sarana pengangkut tiba di kawasan pabean, baik terhadap sarana pengangkut yang melakukan kegiatannya secara reguler (liner) maupun sarana pengangkut yang tidak secara teratur berada di kawasan pabean (tramper). Hal ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan pengawasan pabean atas barang impor dan/atau barang ekspor.
Yang dimaksud dengan saat kedatangan sarana pengangkut yaitu:
a. saat lego jangkar di perairan  pelabuhan untuk sarana pengangkut melalui laut;
b. saat mendarat di landasan bandar udara untuk sarana pengangkut melalui udara.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan manifes yaitu daftar barang niaga yang dimuat dalam sarana pengangkut.


Ayat (3)
Pemberitahuan pabean  pada ayat ini berisi informasi tentang semua barang niaga yang diangkut dengan sarana pengangkut, baik barang impor,  barang ekspor,  maupun barang asal daerah pabean yang diangkut ke tempat lain dalam daerah pabean melalui luar daerah pabean.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Ketentuan mengenai berlabuh pada ayat ini dihitung sejak kedatangan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada penjelasan ayat (1).

Ayat (6)
Pada dasarnya barang impor hanya dapat dibongkar setelah diajukan pemberitahuan pabean tentang kedatangan sarana pengangkut. Akan tetapi, jika sarana pengangkut mengalami keadaan darurat seperti mengalami kebakaran, kerusakan mesin yang tidak dapat diperbaiki, terjebak dalam cuaca buruk, atau hal lain yang terjadi di luar kemampuan manusia dapat diadakan pengecualian dengan melakukan pembongkaran tanpa memberitahukan terlebih dahulu tentang kedatangan sarana pengangkut.

Huruf a
Yang dimaksud dengan kantor pabean terdekat yaitu kantor pabean yang paling mudah dicapai.
Melaporkan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dapat dilakukan dengan menggunakan radio panggil, telepon, atau faksimile.
Huruf b
Cukup Jelas.

Ayat (7)
Cukup Jelas.

Ayat (8)
Cukup Jelas.

Ayat (9)
    Cukup Jelas.



Pasal 8A
 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengangkutan pada ayat ini yaitu pengangkutan barang impor yang tidak melalui laut (inland transportation).

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengusaha pada ayat ini yaitu pengusaha tempat penimbunan sementara atau pengusaha tempat penimbunan berikat.
Yang dimaksud dengan importir yaitu orang yang mengimpor.

Ayat (3)
 Cukup Jelas.

Ayat (4)
 Cukup Jelas.


Pasal 8B
Ayat (1)
Mengingat tenaga listrik, barang cair, atau gas bersifat khusus, pengangkutan terhadap barang tersebut dilakukan dengan cara khusus antara lain  melalui transmisi atau saluran pipa. Pemberitahuan pabean atas impor atau ekspor barang tersebut harus didasarkan pada jumlah dan jenis barang pada saat pengukuran di tempat pengukuran terakhir dalam daerah pabean.

Ayat (2)
Peranti lunak (software) dapat berupa serangkaian program dalam sistem komputer yang memerintahkan komputer apa yang harus dilakukan.
Peranti lunak dan data elektronik (softcopy) merupakan barang yang menjadi objek dari Undang-Undang ini dan pengangkutan atau pengirimannya dapat dilakukan melalui transmisi elektronik misalnya melalui media internet.

Ayat (3)
 Cukup Jelas.


Pasal 8C
Ayat (1)
    Cukup Jelas.


Ayat (2)
Yang dimaksud dengan dokumen yang sah yaitu dokumen yang dipersyaratkan dalam pengangkutan barang tertentu.

Ayat (3)
Sanksi administrasi berupa denda dikenakan terhadap kelebihan atau kekurangan barang tertentu pada saat pengangkutan atau pembongkaran.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
 Cukup Jelas.


Pasal 9A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan barang impor yaitu barang impor baik yang diangkut lanjut maupun yang diangkut terus.

Ayat (2)
 Cukup Jelas.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
 Cukup Jelas.
 

Pasal 10A
 Ayat (1)
Pembongkaran di tempat lain dilakukan dengan memperhatikan teknis pembongkaran atau sebab lain atas pertimbangan kepala kantor pabean, misalnya sarana pengangkut tidak dapat sandar di dermaga atau alat bongkar tidak tersedia.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pembongkaran pada ayat ini yaitu pembongkaran barang dari sarana pengangkut yang satu ke sarana pengangkut lainnya, dilakukan di pelabuhan yang belum dapat disandari langsung sehingga pembongkaran dilakukan di luar pelabuhan (reede).

Yang dimaksud dengan jalur yang ditetapkan yaitu jalur yang harus dilalui oleh sarana pengangkut yang meneruskan pengangkutan dari reede ke kantor pabean.

Ayat (3)
Kewajiban pada ayat ini yang harus dilakukan oleh pengangkut atau kuasanya yaitu memberitahukan kedatangan sarana pengangkut dengan pemberitahuan pabean kepada pejabat bea dan cukai dan dokumen tersebut harus memuat atau berisi semua barang impor yang diangkut di dalam sarana pengangkut tersebut, baik berupa barang dagangan maupun bekal kapal. Apabila jumlah barang yang dibongkar kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam pemberitahuan pabean, pengangkut berdasarkan ketentuan pada ayat ini dianggap telah memasukkan barang impor tersebut ke peredaran bebas sehingga selain wajib membayar bea masuk atas barang yang kurang dibongkar tersebut, juga dikenai sanksi administrasi berupa denda, jika yang bersangkutan tidak dapat membuktikan bahwa kekurangan barang yang dibongkar tersebut bukan karena kesalahannya.
Dalam hal barang yang diangkut dalam kemasan, yang dimaksud dengan jumlah barang yaitu jumlah kemasan.

Ayat (4)
 Cukup Jelas.

Ayat (5)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa penimbunan barang di tempat penimbunan sementara bukan merupakan keharusan karena penimbunan tersebut hanya dilakukan dalam hal barang tidak dapat dikeluarkan dengan segera.

Ayat (6)
Yang dimaksud dalam hal tertentu  yaitu apabila penimbunan di tempat penimbunan sementara tidak dapat dilakukan  seperti kongesti, kendala teknis penimbunan, sifat barang, atau sebab lain sehingga tidak memungkinkan barang impor ditimbun. Termasuk dalam pengertian ini yaitu pemberian fasilitas penimbunan selain di tempat penimbunan sementara dengan tujuan untuk menghindari beban biaya penumpukan yang mungkin atau yang telah timbul selama dalam proses pemenuhan kewajiban pabean.
Ketentuan yang berlaku pada tempat penimbunan sementara berlaku di tempat lain yang dimaksud pada ayat ini.

Ayat (7)
     Huruf a
     Cukup Jelas. 

Huruf b
                              Cukup Jelas.

Huruf c
     Cukup Jelas.

Huruf d
 Cukup Jelas.

Huruf e
Yang dimaksud dengan barang diangkut terus yaitu barang yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu.
Yang dimaksud dengan barang diangkut lanjut yaitu barang yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui kantor pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dulu.


Huruf f


Yang dimaksud dengan diekspor kembali  antara lain:


1)
pengiriman kembali barang impor keluar daerah pabean  karena ternyata tidak sesuai dengan yang dipesan;


2)
oleh karena suatu ketentuan baru dari pemerintah tidak boleh diimpor ke dalam daerah pabean.

Ayat (8)
Pengeluaran barang pada ayat ini dilakukan tanpa bermaksud untuk mengelakkan pembayaran bea masuk, karena telah diajukan pemberitahuan pabean dan bea masuknya telah dilunasi, akan tetapi karena pengeluarannya tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai, atas pelanggaran tersebut dikenai sanksi administrasi berupa denda.

Ayat (9)
 Cukup Jelas. 

Pasal 10B
 Ayat (1)
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Cukup Jelas

Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas.

Huruf b
Ketentuan ini memungkinkan importir yang memenuhi persyaratan, untuk mengeluarkan barang impor untuk dipakai sebelum melunasi bea masuk yang terutang dengan menyerahkan jaminan. Namun, importir wajib menyelesaikan kewajibannya dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut Undang-Undang ini. Kemudahan ini diberikan dengan tujuan untuk memperlancar arus barang.

Huruf c
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penumpang yaitu setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut, tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas batas.
Yang dimaksud dengan awak sarana pengangkut yaitu setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkut.

Yang dimaksud dengan pelintas batas yaitu penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas.
Yang dimaksud dengan diberitahukan yaitu menyampaikan pemberitahuan secara lisan atau tertulis.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan persetujuan pejabat bea dan cukai yaitu penetapan pejabat bea dan cukai  yang menyatakan bahwa barang tersebut telah dipenuhi kewajiban pabean berdasarkan Undang-Undang ini.

Ayat (5)
Cukup Jelas.

Ayat (6)
Ketentuan pada ayat ini mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda kepada importir yang memperoleh kemudahan berdasarkan ketentuan pada ayat (2) huruf b atau huruf c, yaitu mengimpor barang untuk dipakai sebelum melunasi bea masuk dengan penyerahan jaminan, tetapi tidak menyelesaikan kewajiban untuk membayar bea masuk menurut jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 10C
Ayat (1)
Kekhilafan yang nyata adalah kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu pemberitahuan pabean yang sering terjadi dalam bentuk kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kesalahan penerapan peraturan yang seharusnya tidak perlu terjadi, dan tidak mengandung persengketaan antara pejabat bea dan cukai dengan pengguna jasa kepabeanan, misalnya:
-        kesalahan tulis berupa kesalahan penulisan nama atau alamat;
-        kesalahan hitung berupa kesalahan perhitungan bea masuk atau pajak;
-     kesalahan penerapan aturan berupa ketidaktahuan adanya perubahan      peraturan, sering terjadi pada awal berlakunya peraturan baru.

Ayat (2)
Huruf a
 Cukup Jelas.

Huruf b
 Cukup Jelas.

Huruf c
Penetapan pejabat bea dan cukai dapat juga merupakan penetapan dengan menggunakan sistem komputer pelayanan.

Ayat (3)
Cukup Jelas.


Pasal 10D
Ayat (1)
Tujuan pengaturan impor sementara yaitu memberikan kemudahan atas pemasukan barang dengan tujuan tertentu, misalnya barang perlombaan; kendaraan yang dibawa oleh wisatawan; peralatan penelitian; peralatan yang digunakan oleh teknisi, wartawan, dan tenaga ahli; kemasan yang dipakai berulang-ulang; dan barang keperluan proyek yang digunakan sementara waktu yang pada saat pengimporannya telah jelas bahwa barang tersebut akan diekspor kembali.

Ayat (2)
Cukup Jelas. 

Ayat (3)
Mengingat pemasukannya hanya untuk sementara, barang-barang tersebut diberikan pembebasan atau keringanan bea masuk.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan terlambat yaitu barang tersebut telah selesai dipergunakan sesuai dengan jangka waktu yang diizinkan, tetapi yang bersangkutan tidak mengurus administrasi kepabeanannya sampai dengan tanggal jatuh tempo.
Perhitungan bea masuk pada ayat ini dihitung berdasarkan tarif dan nilai pabean pada saat pengajuan pemberitahuan pabean atas impor sementara tersebut.

Ayat (6)
Cukup Jelas.

Ayat (7)
Cukup Jelas.

Pasal 11A
Ayat (1)
Pemberitahuan pada ayat ini dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan pengawasan terhadap barang yang akan dikeluarkan dari daerah pabean.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
Cukup Jelas.         

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan dibatalkan yaitu dibatalkan seluruhnya atau sebagian.

Ayat (6)    
Cukup Jelas. 

Ayat (7)
Cukup Jelas. 

Pasal 13
Ayat (1)
Ayat ini memberikan kewenangan kepada menteri untuk menetapkan tarif bea masuk  yang  besarnya  berbeda  dengan  tarif  yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).

Huruf a
Tarif bea masuk dikenakan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain atau beberapa negara lain, misalnya bea masuk berdasarkan Common Effective Preferential Tariff for Asean Free Trade Area (CEPT for AFTA).

Huruf b
Dalam rangka mempermudah dan mempercepat penyelesaian impor barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman melalui pos atau jasa titipan, dapat dikenakan bea masuk berdasarkan tarif yang berbeda dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), misalnya dengan pengenaan tarif rata-rata. Ketentuan ini perlu, mengingat barang-barang yang dibawa oleh para penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas pada umumnya terdiri dari beberapa jenis.

Ayat (2)
Cukup Jelas. 

Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan sistem klasifikasi barang dalam pasal ini yaitu suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan, dan statistik.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

 Pasal 15
 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan nilai transaksi yaitu harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atas barang yang dijual untuk diekspor ke daerah pabean ditambah dengan:


a.
biaya yang dibayar oleh pembeli yang belum tercantum dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar berupa:


1.
komisi dan jasa, kecuali komisi pembelian;


2.
biaya pengemas, yang untuk kepentingan pabean, pengemas tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan barang yang bersangkutan;


3.
biaya pengepakan meliputi biaya material dan upah tenaga kerja pengepakan;

b.
nilai dari barang dan jasa berupa:


1.
material, komponen, bagian, dan barang-barang sejenis yang terkandung dalam barang impor;


2.
peralatan, cetakan, dan barang-barang yang sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor;


3.
material yang digunakan dalam pembuatan barang impor;


4.
teknik, pengembangan, karya seni, desain, perencanaan, dan sketsa yang dilakukan dimana saja di luar daerah pabean dan diperlukan untuk pembuatan barang impor, yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh pembeli, dengan syarat barang dan jasa tersebut:



a.
dipasok dengan cuma-cuma atau dengan harga diturunkan;



b.
untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk ekspor barang impor yang dibelinya;



c.
harganya belum termasuk dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan.

c.
royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan;

d.
nilai setiap bagian dari hasil/pendapatan yang diperoleh pembeli untuk disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual, atas penjualan, pemanfaatan, atau pemakaian barang impor yang bersangkutan;

e.
biaya transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean;

f.
biaya pemuatan, pembongkaran, dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean;

g.
biaya asuransi. 

Ayat (2)
Dua barang dianggap identik apabila keduanya sama dalam segala hal, setidak-tidaknya karakter fisik, kualitas, dan reputasinya sama, serta:
a.  diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau
b.  diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama. 

Ayat (3)
Dua barang dianggap serupa apabila keduanya memiliki karakter fisik dan komponen material yang sama sehingga dapat menjalankan fungsi yang sama dan secara komersial dapat dipertukarkan, serta:
a.  diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau
b.  diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama. 

Ayat (3a)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
Yang dimaksud metode deduksi  yaitu metode untuk menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan harga jual dari barang impor yang bersangkutan, barang impor yang identik atau barang impor yang serupa di pasar dalam daerah pabean dikurangi biaya atau pengeluaran, antara lain komisi atau keuntungan, transportasi, asuransi, bea masuk, dan pajak.

Ayat (5)
Yang dimaksud dengan metode komputasi yaitu metode untuk menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan penjumlahan harga bahan baku, biaya proses pembuatan, dan biaya/pengeluaran lainnya sampai barang tersebut tiba di pelabuhan atau tempat impor di daerah pabean. 

Ayat (6)

Yang dimaksud dengan pembatasan tertentu yaitu bahwa dalam perhitungan nilai pabean barang impor berdasarkan ayat ini tidak diizinkan ditetapkan berdasarkan:


a.
harga jual barang produksi dalam negeri;

b.
suatu sistem yang menentukan nilai yang lebih tinggi apabila ada dua alternatif nilai pembanding;

c.
harga barang di pasaran dalam negeri negara pengekspor;

d.
biaya produksi, selain nilai yang dihitung berdasarkan metode komputasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah ditentukan untuk barang identik atau serupa;

e.
harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke daerah pabean;

f.
harga patokan;

g.
nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau fiktif. 



Ayat (7)


Cukup Jelas.
       Pasal 16

Penetapan tarif dan nilai pabean atas pemberitahuan pabean secara self assesment hanya dilakukan dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai pabean barang yang sebenarnya sehingga:

a.
bea masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi;

b.
bea masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah.

Dalam hal tertentu atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai pabean untuk penghitungan bea masuk setelah pemeriksaan fisik, tetapi sebelum diserahkan pemberitahuan pabean.

Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat, jika pemberitahuan pabean sudah didaftarkan, penetapan harus sudah diberikan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran. Batas waktu 30 (tiga puluh) hari dianggap cukup bagi pejabat bea dan cukai untuk mengumpulkan informasi sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan penetapan.

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penetapan tarif sebelum penyerahan pemberitahuan pabean  yaitu penetapan tarif yang dilakukan terhadap importasi tertentu secara official assesment. 
Ayat (2)

Yang dimaksud dengan penetapan nilai pabean sebelum penyerahan pemberitahuan pabean  yaitu penetapan nilai pabean yang dilakukan terhadap importasi tertentu seperti impor sementara, barang penumpang, atau barang kiriman secara official assesment.
             
               Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Cukup Jelas.

Ayat (6)
Cukup Jelas.

       Pasal 17
             Ayat (1)
Pada dasarnya penetapan pejabat bea dan cukai sudah mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika hasil penelitian ulang atas pemberitahuan pabean atau dalam hal pelaksanaan audit kepabeanan ditemukan adanya kekurangan dan/atau kelebihan pembayaran bea masuk yang disebabkan oleh kesalahan pemberitahuan tarif dan/atau nilai pabean, Direktur Jenderal membuat penetapan kembali.

Ayat (2)
                    Cukup Jelas.

Ayat (3)
                    Cukup Jelas.

Ayat (4)                  

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa pada dasarnya yang mengetahui besarnya suatu transaksi yang dilakukan hanyalah pihak penjual dan pembeli sehingga kebenaran pemberitahuan nilai transaksi semata-mata tergantung pada kejujuran pihak yang bertransaksi. Oleh karena itu, kesalahan akibat ketidakjujuran yang ditemukan dalam penelitian kembali atau dalam pelaksanaan audit kepabeanan dikenai sanksi administrasi berupa denda.
       Pasal 17A

Penetapan Direktur Jenderal sebelum diajukan pemberitahuan pabean dalam pasal ini yaitu dalam rangka memberikan pelayanan kepada pengguna jasa  dan menyesuaikan dengan praktik kepabeanan internasional yang lazim dikenal sebagaiPre-Entry Classification dan Valuation Ruling.

Yang dimaksud dengan Pre-Entry Classification yaitu penetapan klasifikasi barang oleh Direktur Jenderal terhadap importasi barang sebelum diajukan pemberitahuan pabean atas permohonan importir.

Yang dimaksud dengan Valuation Ruling yaitu penetapan nilai pabean oleh Direktur Jenderal yang dibuat berdasarkan hasil audit kepabeanan terhadap importasi barang yang telah dan akan dilakukan oleh importir dalam jangka waktu tertentu.
       Pasal 23A 

Yang dimaksud dengan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) yaitu bea masuk yang dipungut sebagai akibat tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan saingan hasil industri dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius dan/atau ancaman kerugian serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural.

Dalam hal tindakan pengamanan telah ditetapkan dalam bentuk kuota (pembatasan impor), maka bea masuk tindakan pengamanan tidak harus dikenakan.

Yang dimaksud dengan kerugian serius adalah kerugian nyata yang diderita oleh industri dalam negeri. Kerugian tersebut harus didasarkan pada (shall be based on) fakta-fakta bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau perkiraan.
       Pasal 23B
Ayat (1)


Dalam hal barang ekspor Indonesia diperlakukan secara tidak wajar oleh suatu negara misalnya dengan pembatasan, larangan, atau pengenaan tambahan bea masuk, barang-barang dari negara yang bersangkutan dapat dikenai tarif yang besarnya berbeda dengan tarif yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).
Ayat (2)
Cukup jelas.
       Pasal 23C
Cukup jelas.
       Pasal 23D
Cukup jelas.
       Pasal 25
Ayat (1)


Yang dimaksud dengan pembebasan bea masuk yaitu peniadaan pembayaran bea masuk yang diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Huruf a



Yang dimaksud dengan barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yaitu barang milik atau untuk keperluan perwakilan negara asing tersebut, termasuk pejabat pemegang paspor diplomatik dan keluarganya di Indonesia. Pembebasan tersebut diberikan apabila negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama terhadap diplomat Indonesia.
Huruf b



Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yaitu milik atau untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia, termasuk para pejabatnya yang ditugaskan di Indonesia. Pembebasan ini tidak diberikan kepada pejabat badan internasional yang memegang paspor Indonesia.
Huruf c



Pembebasan bea masuk diberikan berdasarkan rekomendasi dari kementerian terkait terhadap buku-buku yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Huruf d



Yang dimaksud barang keperluan ibadah untuk umum yaitu barang-barang yang semata-mata digunakan untuk keperluan ibadah dari setiap agama yang diakui di Indonesia.



Yang dimaksud dengan barang keperluan amal dan sosial  yaitu barang yang semata-mata ditujukan untuk keperluan amal dan sosial dan tidak mengandung unsur komersial, seperti bantuan untuk bencana alam atau pemberantasan wabah penyakit.



Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan kebudayaan  yaitu barang yang ditujukan untuk meningkatkan hubungan kebudayaan antarnegara. Pembebasan bea masuk diberikan berdasarkan rekomendasi dari kementerian terkait.
Huruf e
Cukup Jelas.
Huruf f



Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan  yaitu barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan penelitian/riset atau percobaan guna peningkatan atau pengembangan suatu penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembebasan bea masuk diberikan berdasarkan rekomendasi dari kementerian terkait.
Huruf g
Cukup Jelas.
Huruf h
Cukup Jelas.
Huruf i
Cukup Jelas.
Huruf j



Yang dimaksud dengan barang contoh yaitu barang yang diimpor khusus sebagai contoh, antara lain untuk keperluan produksi (prototipe) dan pameran dalam jumlah dan jenis yang terbatas, baik tipe maupun merek.
Huruf k
Cukup Jelas.
Huruf l



Yang dimaksud dengan barang pindahan yaitu barang-barang keperluan rumah tangga milik orang yang semula berdomisili di luar negeri, kemudian dibawa pindah ke dalam negeri.
Huruf m



Yang dimaksud dengan barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas  yaitu barang-barang yang dibawa oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 10B ayat (3), sedangkan barang kiriman yaitu barang yang dikirim oleh pengirim tertentu di luar negeri kepada penerima tertentu di dalam negeri.
Huruf n
Cukup Jelas.
Huruf o



Yang dimaksud dengan perbaikan yaitu penanganan barang yang rusak, usang, atau tua dengan mengembalikannya pada keadaan semula tanpa mengubah sifat hakikinya.



Yang dimaksud dengan pengerjaan yaitu penanganan barang, selain perbaikan tersebut di atas, juga mengakibatkan peningkatan harga barang dari segi ekonomis tanpa mengubah sifat hakikinya.



Pengujian meliputi pemeriksaan barang dari segi teknik dan menyangkut mutu serta kapasitasnya sesuai dengan standar yang ditetapkan.



Pembebasan atau keringanan dalam hal ini hanya dapat diberikan terhadap barang dalam keadaan seperti pada waktu diekspor, sedangkan atas bagian yang diganti atau ditambah dan biaya perbaikan tetap dikenakan bea masuk.
Huruf p



Pembebasan bea masuk dapat diberikan terhadap barang setelah diekspor, diimpor kembali tanpa mengalami proses pengerjaan atau penyempurnaan apapun, seperti barang yang dibawa oleh penumpang ke luar negeri, barang keperluan pameran, pertunjukan, atau perlombaan.



Terhadap barang yang diekspor untuk kemudian karena suatu hal diimpor kembali dalam keadaan yang sama dengan ketentuan segala fasilitas yang pernah diterimanya dikembalikan.
Huruf q



Bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan yaitu:



1)
bahan terapi yang berasal dari manusia, yaitu darah manusia serta turunannya (derivatif) seperti darah seluruhnya, plasma kering albumingamaglobulin, fibrinogen serta organ tubuh.



2)
bahan pengelompokkan darah yang berasal dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber lain.



3)
bahan penjenisan jaringan yang berasal dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber lain.
Ayat (3)


Ayat ini memberikan wewenang kepada Menteri untuk mengatur lebih lanjut persyaratan dan tata cara yang harus dipenuhi guna memperoleh pembebasan berdasarkan pasal ini.
Ayat (4)


Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan  antara lain digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas pembebasan bea masuk atas impor barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan, tetapi pada kenyataannya diperdagangkan.


Pelanggaran atas  ketentuan tentang pembebasan ini ditemukan pada pengawasan, penelitian kembali, dan/atau pelaksanaan audit kepabeanan.
       Pasal 26

Pembebasan bea masuk yang diberikan dalam pasal ini yaitu pembebasan yang relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang diberikan didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat diberikan pembebasan atau hanya keringanan bea masuk.
Ayat (1)


Yang dimaksud dengan keringanan bea masuk yaitu pengurangan sebagian pembayaran bea masuk yang diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Huruf a



Yang dimaksud dengan penanaman modal pada huruf ini yaitu penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Huruf b



Yang dimaksud dengan mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri yaitu setiap mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau perkakas yang digunakan untuk pembangunan dan pengembangan industri.



Pengertian pembangunan dan pengembangan industri meliputi pendirian perusahaan atau pabrik baru serta perluasan (diversifikasi) hasil produksi, modernisasi, rehabilitasi untuk tujuan peningkatan kapasitas produksi dari perusahaan atau pabrik yang telah ada.
Huruf c



Yang dimaksud dengan barang dan bahan yaitu semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi, sedangkan batas waktu akan diatur dalam keputusan pelaksanaannya.
Huruf d
Cukup Jelas.
Huruf e



Yang dimaksud dengan bibit dan benih yaitu segala jenis tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diimpor dengan tujuan benar-benar untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan.
Huruf f



Yang dimaksud dengan hasil laut yaitu semua jenis tumbuhan laut, ikan atau hewan laut yang layak untuk dimakan seperti ikan, udang, kerang, dan kepiting yang belum atau sudah diolah dalam sarana penangkap yang bersangkutan.



Yang dimaksud dengan sarana penangkap yaitu satu atau sekelompok kapal yang mempunyai peralatan untuk menangkap atau mengambil hasil laut, termasuk juga yang mempunyai peralatan pengolahan.



Yang dimaksud dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin yaitu sarana penangkap yang berbendera Indonesia atau berbendera asing yang telah memperoleh izin dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan penangkapan atau pengambilan hasil laut.
Huruf g



Dalam transaksi perdagangan kemungkinan adanya perubahan kondisi barang sebelum barang diterima oleh pembeli dapat saja terjadi. Sedangkan prinsip pemungutan bea masuk dalam Undang-Undang ini diterapkan atas semua barang yang diimpor untuk dipakai sehingga, apabila terjadi perubahan kondisi (kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena sebab alamiah), barang tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai atau memberikan manfaat sebagaimana diharapkan, wajar apabila barang yang mengalami perubahan kondisi sebagaimana diuraikan di atas tidak sepenuhnya dipungut bea masuk. Oleh karena itu pembatasan pada saat kapan terjadinya perubahan kondisi barang tersebut, yaitu antara waktu pengangkutan dan diberikannya persetujuan impor untuk dipakai.
Huruf h



Yang dimaksud dengan kepentingan umum yaitu kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan kepentingan di bidang keuangan, misalnya proyek pemasangan lampu jalan umum.
Huruf i
Cukup Jelas.
Huruf j
Cukup Jelas.
Huruf k
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)


Yang dimaksud dengan tidak memenuhi ketentuan  antara lain  digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan persyaratan yang ditetapkan, seperti fasilitas keringanan  bea masuk  atas impor barang untuk keperluan olahraga tetapi pada kenyataannya diperjualbelikan.
       Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a



Kesalahan tata usaha yang dimaksud antara lain kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan pencantuman tarif.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c



Yang dimaksud dengan sebab tertentu  yaitu bahwa hal tersebut bukan merupakan kehendak importir, melainkan disebabkan oleh adanya kebijaksanaan pemerintah yang mengakibatkan barang yang telah diimpor tidak dapat dimasukkan ke dalam daerah pabean sehingga harus diekspor kembali atau dimusnahkan dibawah pengawasan pejabat bea dan cukai dalam kondisi yang sama.
Huruf d
Cukup Jelas.
Huruf e
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
       Pasal 30
Cukup Jelas.
       Pasal 32
Ayat (1)


Pada prinsipnya importir bertanggung jawab atas bea masuk barang yang diimpornya. Namun berdasarkan ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang ini, importir baru dinyatakan bertanggung jawab atas bea masuk sejak didaftarkannya pemberitahuan pabean. Dengan demikian, sebelum didaftarkannya pemberitahuan pabean, tanggung jawab atas bea masuk berada pada pengusaha tempat penimbunan sementara, yaitu tempat penimbunan barang impor yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup Jelas. 
Ayat (3)


Apabila barang impor yang harus dilunasi bea masuknya terdiri dari beberapa jenis dengan satu nama umum (golongan barang), sedangkan jenis barang yang sebenarnya tidak dapat diketahui, sebagai dasar perhitungan bea masuk, diambil tarif tertinggi yang berlaku atas golongan barang tersebut dan nilai pabean ditetapkan oleh pejabat bea dan cukai.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
       Pasal 36
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)


Yang dimaksud dengan dibulatkan jumlahnya dalam ribuan rupiah yaitu dibulatkan ke atas sehingga bagian dari ribuan menjadi ribuan
Ayat (3)
Cukup Jelas.
       Pasal 37
Ayat (1) 


 Kewajiban membayar bea masuk yang timbul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus dilunasi paling lambat pada tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean atas impor.
Ayat (2)


Yang dimaksud dengan penundaan  yaitu penundaan pembayaran bea masuk dalam rangka fasilitas pembayaran berkala dan penundaan pembayaran bea masuk karena menunggu keputusan pembebasan atau keringanan.
Ayat (2a)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
       Pasal 37A
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)


Direktur Jenderal dapat memberikan penundaan atau pengangsuran pembayaran setelah mempertimbangkan kemampuan orang dalam membayar utangnya dengan memperhatikan laporan keuangan dan kredibilitas orang tersebut.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
 Ayat (4)
Cukup Jelas.
       Pasal 38
Cukup Jelas.
       Pasal 41
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, penagihan bea masuk dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. 
       Pasal 44
Ayat (1)
Tujuan pengadaan tempat penimbunan berikat dalam Undang-Undang ini yaitu memberikan fasilitas kepada pengusaha berupa penangguhan pembayaran bea masuk.
Yang dimaksud dengan penangguhan yaitu peniadaan sementara kewajiban pembayaran bea masuk sampai timbul kewajiban untuk membayar bea masuk berdasarkan Undang-Undang ini.
Yang dimaksud dengan penangguhan yaitu peniadaan sementara kewajiban pembayaran bea masuk sampai timbul kewajiban untuk membayar bea masuk berdasarkan Undang-Undang ini.
Dalam tempat penimbunan berikat dilakukan kegiatan menyimpan, menimbun, melakukan pengetesan (Quality Control), memperbaiki/ merekondisi, menggabungkan (kitting), memamerkan, menjual, mengemas, mengemas kembali, mengolah, mendaur ulang, melelang barang, merakit (assembling), mengurai (disassembling), dan/atau membudidayakan flora dan fauna yang berasal dari luar daerah pabean tanpa lebih dahulu dipungut bea masuk.
Pengadaan tempat penimbunan berikat ini diharapkan dapat memperlancar arus barang impor atau ekspor serta meningkatkan produksi dalam negeri.
   
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan mengolah yaitu kegiatan memproses bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi.
Huruf c
Barang impor setelah dipamerkan dapat direekspor atau dijual setelah dilunasi bea masuk yang terutang.
Barang yang berasal dari dalam daerah pabean dapat diekspor setelah memenuhi persyaratan ekspor sesuai ketentuan yang berlaku.
Huruf d
Yang dimaksud dengan orang tertentu yaitu warga negara asing yang bertugas di Indonesia atau orang yang berangkat ke luar negeri.
Huruf e
Cukup Jelas.
Huruf f
Cukup Jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan daur ulang yaitu suatu kegiatan pengolahan limbah dan barang lainnya menjadi produk yang mempunyai nilai tambah dan nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Ayat (1a)
Penetapan oleh menteri ini guna mengantisipasi perkembangan industri dan perdagangan internasional.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengusahaan tempat penimbunan berikat  yaitu kegiatan usaha menyimpan, menimbun, melakukan pengetesan, memperbaiki/merekondisi, menggabungkan (kitting), memamerkan, menjual, mengemas, mengemas kembali, mengolah, mendaur ulang, melelang barang, merakit (assembling), mengurai (disassembling), dan/atau membudidayakan flora dan fauna di tempat penimbunan berikat. 

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan barang lainnya  antara lain wastescrap, sisa/potongan, bahan baku yang rusak, dan/atau barang yang rusak.

Ayat (3)
Pengeluaran barang pada ayat ini dilakukan tanpa bermaksud mengelakkan pembayaran bea masuk karena telah diajukan pemberitahuan pabean dan bea masuk telah dilunasi, tetapi pengeluaran barang tersebut dilakukan tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai sehingga pelanggar dikenai sanksi administrasi berupa denda.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pengusaha tempat penimbunan berikat  yaitu orang yang benar-benar melakukan kegiatan usaha menyimpan, menimbun, melakukan pengetesan, memperbaiki/merekondisi, menggabungkan (kitting), memamerkan, menjual, mengemas, mengemas kembali, mengolah, mendaur ulang, melelang barang, merakit (assembling), mengurai (disassembling), dan/atau membudidayakan flora dan fauna di tempat penimbunan berikat.
Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa terhadap barang impor yang wajib bea masuk, yang hilang dari tempat penimbunan berikat, kepada pengusaha tempat penimbunan berikat, wajib membayar bea masuk yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda.

Pasal 49
Yang dimaksud dengan pembukuan yaitu suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang kemudian diikhtisarkan dalam laporan keuangan.

Kewajiban menyelenggarakan pembukuan diperlukan untuk pelaksanaan audit kepabeanan setelah barang dikeluarkan dari kawasan pabean.
Yang dimaksud dengan pengusaha pengangkutan yaitu orang yang menyediakan jasa angkutan barang impor atau ekspor dengan sarana pengangkut di darat, laut, dan udara.                 

Pasal 50
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berada di tempat  bagi orang berupa badan hukum yaitu pimpinan badan hukum tersebut tidak berada di tempat.
Yang dimaksud dengan yang mewakili yaitu karyawan atau bawahan atau pihak lain yang ditunjuk oleh orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49. 

Pasal 51
Ayat (1)
Pengaturan pada ayat ini dimaksudkan agar dapat dihitung besarnya nilai transaksi impor atau ekspor. Untuk menjamin tercapainya maksud tersebut, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan standar akuntansi keuangan.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia dengan maksud agar apabila Direktur Jenderal akan melakukan audit kepabeanan, bukti dasar pembukuan dan surat yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera disediakan.

Dalam hal data tersebut berupa data elektronik, orang wajib menjaga keandalan sistem pengolahan data yang digunakan agar data elektronik yang disimpan dapat dibuka, dibaca, atau diambil kembali setiap waktu.
Ayat (4)
Cukup Jelas. 

Pasal 52
Cukup Jelas. 

Pasal 53
Ayat (1)
Sesuai dengan praktik kepabeanan internasional, pengawasan lalulintas barang yang masuk atau keluar dari daerah pabean dilakukan oleh instansi pabean. Dengan demikian, agar pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan pembatasan menjadi efektif dan terkoordinasi, instansi teknis yang bersangkutan wajib menyampaikan peraturan dimaksud kepada Menteri untuk ditetapkan dan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Barang yang dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya yang tidak memenuhi syarat  yaitu barang impor atau ekspor yang telah diberitahukan dengan pemberitahuan pabean, tetapi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan larangan atau pembatasan atas barang yang bersangkutan.

Yang dimaksud dengan diberitahukan dengan pemberitahuan pabean dalam pasal ini dapat berupa pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut, pemberitahuan impor untuk dipakai, dan pemberitahuan ekspor barang.

Permintaan importir atau eksportir untuk membatalkan ekspornya, mereekspor, atau memusnahkan tidak dapat disetujui jika peraturan perundang-undangan yang berlaku menetapkan lain.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang  berlaku  yaitu bahwa peraturan perundang-undangan yang bersangkutan telah mengatur secara khusus penyelesaian barang impor yang dibatasi atau dilarang, misalnya impor limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.

Penerapan sanksi administrasi pada ayat ini tidak mengurangi ketentuan pidana.

Pasal 54
Perintah tertulis tersebut dikeluarkan oleh ketua pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi kawasan pabean, yaitu tempat kegiatan impor atau ekspor tersebut berlangsung.
Dalam hal impor barang tersebut ditujukan ke beberapa kawasan pabean dalam daerah pabean Indonesia permintaan perintah tersebut ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh ketua pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi kawasan pabean pertama, yaitu tempat impor barang yang bersangkutan ditujukan atau dibongkar. Dalam hal ekspor dilakukan dari beberapa kawasan pabean, permintaan tersebut ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh ketua pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi kawasan pabean pertama, yaitu tempat ekspor berlangsung
Yang dimaksud dengan pengadilan niaga yaitu pengadilan niaga yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Pasal 56
Cukup Jelas. 

Pasal 57
Ayat (1)
Jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja tersebut merupakan jangka waktu maksimum bagi penangguhan. Jangka waktu tersebut disediakan untuk memberi kesempatan kepada pihak yang meminta penangguhan agar segera mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2)
Perpanjangan jangka waktu penangguhan tersebut hanya dapat dilakukan dengan syarat yang ketat untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan hak untuk meminta penangguhan.

Ayat (3)
Cukup Jelas. 

Pasal 58
Ayat (1)
Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam rangka identifikasi atau pencacahan untuk kepentingan pengambilan tindakan hukum atau langkah-langkah untuk mempertahankan hak yang diduga telah dilanggar.
Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan sepengetahuan pejabat bea dan cukai.

Ayat (2)
Karena permintaan penangguhan tersebut masih berdasarkan dugaan, kepentingan pemilik barang juga perlu diperhatikan secara wajar. Kepentingan tersebut, antara lain kepentingan untuk menjaga rahasia dagang atau informasi teknologi yang dirahasiakan, yang digunakan untuk memproduksi barang impor atau ekspor tersebut. Dalam hal demikian, pemeriksaan hanya diizinkan secara fisik, sekedar untuk mengidentifikasi atau mencacah barang-barang yang dimintakan penangguhan.
  
Pasal 59
Cukup Jelas.
  
Pasal 60
Yang dimaksud dengan keadaan tertentu tersebut, misalnya kondisi atau sifat barang yang cepat rusak.
  
Pasal 61
Cukup Jelas.

Pasal 64A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penindakan yaitu penindakan di bidang kepabeanan yang perlu dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap barang yang diduga terkait dengan kegiatan terorisme dan/atau kejahatan lintas negara.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Pasal 75
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan agar sarana pengangkut melalui jalur yang ditetapkan dan untuk memeriksa sarana pengangkut berupa kapal, pejabat bea dan cukai perlu dilengkapi sarana operasional berupa kapal patroli atau sarana pengawasan lainnya seperti radio telekomunikasi atau  radar.
Yang dimaksud dengan kapal patroli yaitu kapal laut dan/atau kapal udara milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dipimpin oleh pejabat bea dan cukai sebagai komandan patroli, yang mempunyai kewenangan penegakan hukum di daerah pabean  sesuai dengan Undang-Undang ini.

Ayat (2)
Kelengkapan kapal patroli atau sarana lain dengan senjata api pada ayat ini dimaksudkan untuk menghadapi bahaya yang mengancam jiwa atau keselamatan pejabat bea dan cukai dan kapal patroli dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.

Pasal 76
Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun militer bila diminta, berkewajiban memberi bantuan dan perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi pejabat bea dan cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Ketentuan dalam pasal ini menegaskan bahwa bantuan sebagaimana dimaksud di atas yaitu sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 78
Wewenang pejabat bea dan cukai yang diatur dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan keuangan negara.

Pasal 82
Ayat (1)
Ayat ini memberikan wewenang kepada pejabat bea dan cukai untuk melakukan pemeriksaan barang guna memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan.
Dalam melaksanakan pemeriksaan ini pemilik barang atau kuasanya wajib menghadiri pemeriksaan.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan menyerahkan barang untuk diperiksa pada ayat ini yaitu menyiapkan  barang di tempat pemeriksaan barang dan menyiapkan peralatan pemeriksaan sehingga pejabat bea dan cukai dapat melakukan pemeriksaan fisik barang.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Cukup Jelas.

Ayat (6)
Yang dimaksud salah  pada ayat ini yaitu kesalahan karena kelalaian.
Yang dimaksud pungutan negara di bidang ekspor pada ayat ini meliputi bea keluar.

Pasal 82A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pemeriksaan karena jabatan yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai karena kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Undang-Undang ini dalam rangka pengawasan.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Pasal 85
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa dalam hal orang yang bersangkutan telah memenuhi kewajibannya, pejabat bea dan cukai segera memberikan pelayanan kepabeanan.

Pasal 85A

Pasal ini memberikan wewenang kepada pejabat bea dan cukai untuk melakukan pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu di atas alat angkut, di tempat pemuatan, dan di tempat pembongkaran di dalam daerah pabean.

Pasal 86
Ayat (1)
Audit kepabeanan dilakukan dalam rangka pengawasan sebagai konsekuensi diberlakukannya:


a. 
sistem self assesment;


b.
ketentuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi;


c.
pemberian fasilitas tidak dipungut, pembebasan, keringanan, pengembalian, atau penangguhan bea masuk yang hanya dapat diawasi dan dievaluasi setelah barang impor keluar dari kawasan pabean.

Ayat (1a)
Huruf a
Audit kepabeanan bukan merupakan audit untuk menilai atau memberikan opini tentang laporan keuangan, tetapi untuk menguji tingkat kepatuhan orang terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Laporan keuangan diminta dalam kegiatan audit kepabeanan dengan tujuan hanya untuk memastikan bahwa pembukuan yang diberikan oleh orang kepada pejabat bea dan cukai adalah pembukuan yang sebenarnya yang digunakan untuk mencatat kegiatan usahanya yang pada akhir periode diikhtisarkan dalam  laporan keuangan.
Selain itu, dengan laporan keuangan, pejabat bea dan cukai dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan orang yang berkaitan dengan kepabeanan.
Pejabat bea dan cukai yang melaksanakan audit dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak terhadap segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh orang berkaitan dengan audit yang dilaksanakannya.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pihak lain yang terkait, yaitu pihak-pihak yang mempunyai hubungan dengan orang yang terkait dengan transaksi yang dilakukan oleh orang tersebut, misalnya pembeli di dalam negeri atas barang impor, pembeli di luar negeri atas barang ekspor,  pemasok di dalam negeri atas barang ekspor, pemasok di luar negeri atas barang impor, bank, dan pihak lain yang diyakini dapat memberikan keterangan sehubungan transaksi yang dilakukan oleh orang, seperti Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan.
Huruf c
Cukup Jelas.

Huruf d
Cukup Jelas.

Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa perbuatan yang menyebabkan pejabat bea dan cukai tidak dapat menjalankan wewenangnya mencakup perbuatan tidak menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Pasal 86A
Cukup Jelas.

Pasal 88
Ayat (1)
Bangunan dan tempat lain yang bukan rumah tinggal yang dimaksud dalam ayat ini misalnya bangunan yang didirikan khusus untuk menyimpan barang apa pun dan pendirinya bukan dimaksudkan sebagai tempat usaha berdasarkan Undang-Undang ini.
Apabila berdasarkan petunjuk yang ada bahwa di tempat tersebut terdapat barang yang tersangkut pelanggaran, baik sebagai barang yang wajib bea masuk maupun yang dikenai peraturan larangan dan pembatasan, Direktur Jenderal dapat memerintahkan pejabat bea dan cukai untuk melakukan pemeriksaan terhadap tempat tersebut.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Pasal 90
Ayat (1)
Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai terhadap sarana pengangkut bertujuan untuk pengawasan dan dipatuhinya peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta barang di atasnya hanya dilakukan secara selektif.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa dalam melaksanakan pengawasan atas sarana pengangkut yang melakukan pembongkaran barang impor, pejabat bea dan cukai berwenang untuk menghentikan pekerjaan tersebut jika ternyata barang yang dibongkar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh diimpor ke dalam daerah pabean.

Ayat (4)
Cukup Jelas. 

Pasal 92A
Ayat (1)
Huruf a
Pembetulan surat tagihan kekurangan pembayaran bea masuk menurut ketentuan    ini dilaksanakan untuk menjalankan pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan manusiawi dalam suatu penetapan perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.
Pengertian membetulkan dapat berarti menambah, mengurangi, atau menghapus, sesuai dengan sifat kesalahan dan kekeliruannya.
Direktur Jenderal karena jabatannya dapat membetulkan atau membatalkan surat tagihan kekurangan pembayaran bea masuk yang tidak benar, misalnya tidak memenuhi persyaratan formal meskipun persyaratan materialnya telah terpenuhi.
Huruf b
Direktur Jenderal dapat mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda apabila orang yang dikenai sanksi ternyata hanya melakukan kekhilafan bukan kesalahan yang disengaja atau kesalahan dimaksud terjadi akibat perbuatan orang lain yang tidak mempunyai hubungan usaha dengannya serta tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.

Ayat (2)
Cukup Jelas. 

Pasal 93
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini ditujukan untuk menjamin adanya kepastian hukum dan sebagai manifestasi dari asas keadilan yang memberikan hak kepada pengguna jasa kepabeanan untuk mengajukan keberatan atas keputusan pejabat bea dan cukai.
Waktu 60 (enam puluh) hari yang diberikan kepada pengguna jasa kepabeanan ini dianggap cukup bagi yang bersangkutan untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna pengajuan keberatan kepada Direktur Jenderal.
Dalam hal batas waktu 60 (enam puluh) hari tersebut dilewati, hak yang bersangkutan menjadi gugur dan penetapan dianggap disetujui.
Yang dimaksud dengan sebesar tagihan yaitu kekurangan bea masuk, kekurangan pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi berupa denda.
Dalam hal tagihan telah dilunasi, keberatan tetap dapat diajukan tanpa kewajiban menyerahkan jaminan.

Ayat (1a)
Yang dimaksud dengan barang belum dikeluarkan pada ayat ini yaitu barang impor masih berada dalam kawasan pabean.
Pihak yang mengajukan keberatan bertanggung jawab terhadap barang impor yang bersangkutan dan segala biaya yang mungkin timbul.

Ayat (2)
Penetapan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kepada Direktur Jenderal untuk memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh pengguna jasa kepabeanan ini merupakan jangka waktu yang wajar mengingat Direktur Jenderal juga perlu melakukan pengumpulan data dan informasi dalam memutuskan suatu keberatan yang diajukan.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ditolak oleh Direktur Jenderal yaitu penolakan oleh Direktur Jenderal atas keberatan yang diajukan sehingga penetapan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai menjadi tetap.
Penolakan oleh Direktur Jenderal ini dapat pula berupa penolakan sebagian atas keberatan yang diajukan, atau Direktur Jenderal menetapkan lain dari penetapan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai, dan penetapan ini dapat lebih besar atau lebih kecil dari pada penetapan pejabat bea dan cukai tersebut.

Ayat (4)
Cukup Jelas.

Ayat (5)
Cukup Jelas.

Ayat (6)
Cukup Jelas.


Pasal 93A
Ayat (1)
Keberatan yang dapat diajukan  yaitu keberatan terhadap penetapan pejabat selain mengenai tarif dan/atau nilai pabean, misalnya penetapan berupa pencabutan fasilitas atau penetapan sebagai akibat penafsiran peraturan.

Ayat (2)
Cukup Jelas.

Ayat (3)
Cukup Jelas.

Ayat (4)
Penetapan jangka waktu 60 (enam puluh) hari kepada Direktur Jenderal untuk memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh pengguna jasa kepabeanan ini merupakan jangka waktu yang wajar mengingat Direktur Jenderal juga perlu melakukan pengumpulan data dan informasi dalam memutuskan keberatan yang diajukan.

Ayat (5)
Cukup Jelas.

Ayat (6)
Cukup Jelas.

Ayat (7)
Cukup Jelas.

Ayat (8)
Cukup Jelas. 

Pasal 94
Cukup Jelas.

Pasal 95
Cukup Jelas.

Pasal 102
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Cukup Jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan barang impor yang masih dalam pengawasan pabean yaitu barang impor yang kewajiban pabeannya belum diselesaikan.
Contoh membongkar atau menimbun di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan atau diizinkan   yaitu barang dengan tujuan tempat penimbunan berikat A dibongkar atau ditimbun di luar tempat penimbunan berikat A.
Huruf e
Yang dimaksud dengan menyembunyikan barang impor secara melawan hukum yaitu menyimpan barang di tempat yang tidak wajar dan/atau dengan sengaja menutupi keberadaan barang tersebut.
Yang dimaksud tempat yang tidak wajar antara lain di dalam dinding kontainer, di dalam dinding koper, di dalam tubuh, di dalam dinding kapal pada ruang mesin kapal, atau tempat-tempat lain.
Huruf f
Cukup Jelas.
Huruf g  
Cukup Jelas.
Huruf h
Perbedaan pelanggaran yang dimaksud dalam huruf ini dengan pelanggaran dalam Pasal 82 ayat (5) yaitu bahwa pelanggaran ini didasarkan atas perbuatan yang disengaja dan melawan hukum.

Pasal 102A
Huruf a  
Cukup Jelas. 

Huruf b
Yang dimaksud dengan pungutan negara di bidang ekspor yaitu bea keluar.
Huruf c
Yang dimaksud dengan memuat yaitu memuat barang ekspor ke dalam sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar daerah pabean.
Huruf d
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah pembongkaran kembali barang ekspor yang telah dimuat di atas sarana pengangkut dengan tujuan utama untuk mencegah ekspor fiktif, misalnya barang ekspor dimuat di Semarang untuk tujuan Singapura tetapi barang ekspor tersebut dibongkar di Jakarta.
Huruf e
      Cukup Jelas.

Pasal 102B
Cukup Jelas.

Pasal 102C
Cukup Jelas.

Pasal 102D
Cukup Jelas.

Pasal 103
Huruf a
Pengertian dokumen palsu atau dipalsukan  antara lain dapat berupa:

a.
dokumen yang dibuat oleh orang yang tidak berhak; atau

b.
dokumen yang dibuat oleh orang yang berhak tetapi memuat data tidak   benar.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Memberi keterangan lisan sebagaimana dimaksud pada huruf ini terutama untuk penumpang dan pelintas batas.
Huruf d
Ketentuan pidana ini berhubungan dengan keadaan tempat ditemukannya orang menimbun, memiliki, menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak pidana penyelundupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102.

Orang yang ditemukan menimbun, memiliki, menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang tanpa diketahui siapa pelaku kejahatan dapat dikenai pidana sesuai dengan pasal ini. Akan tetapi, jika yang bersangkutan memperoleh barang tersebut dengan itikad baik, yang bersangkutan tidak dituntut. Kemungkinan bisa terjadi, pelaku kejahatan dapat diketahui, sehingga kedua-duanya dapat dituntut.

Pasal 103A
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan mengakses yaitu tindakan atau upaya yang dilakukan untuk login ke sistem kepabeanan.
Yang dimaksud dengan login yaitu memasuki atau terhubung dengan suatu sistem elektronik sehingga dengan masuk atau dengan keterhubungan itu pelaku dapat mengirim dan/atau informasi melalui atau yang ada pada sistem elektronik.

Ayat (2)
  Cukup Jelas.

Pasal 104
Huruf a
       Cukup Jelas.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Cukup Jelas.
Huruf d
Ayat ini dimaksudkan untuk mencegah dilakukannya pemalsuan atau pemanipulasian data pada dokumen pelengkap pabean, misalnya invoice.

Pasal 105
Yang dimaksud dengan merusak yaitu merusak secara fisik atau melakukan perbuatan yang mengubah fungsi kunci, segel atau tanda pengaman.

Pasal 107

Pasal ini menegaskan, jika pengusaha pengurusan jasa kepabeanan melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini dalam melaksanakan pekerjaan yang dikuasakan oleh importir atau eksportir, yang bersangkutan diancam dengan pidana yang sama dengan ancaman pidana terhadap importir atau eksportir, misalnya, jika pengusaha pengurusan jasa kepabeanan memalsukan invoice yang diterima dari importir sehingga pemberitahuan pabean yang diajukan atas nama importir tersebut lebih rendah nilai pabeannya, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan dikenai ancaman pidana.
        Pasal 108

Pasal ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu badan hukum, perseroan atau perusahaan, termasuk badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, bentuk usaha tetap atau bentuk usaha lainnya, perkumpulan, termasuk persekutuan, firma atau kongsi, yayasan atau organisasi sejenis, atau koperasi dalam kenyataan kadang-kadang orang melakukan tindakan dengan bersembunyi di belakang atau atas nama badan-badan tersebut di atas.

Oleh karena itu, selain badan tersebut, harus dipidana juga mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang sesungguhnya melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian orang yang bertindak tidak untuk diri sendiri, tetapi wakil dari badan tersebut, harus juga mengindahkan peraturan dan larangan yang diancam dengan pidana, seolah-olah mereka sendirilah yang melakukan tindak pidana tersebut.

Atas dasar hasil penyidikan, dapat ditetapkan tuntutan pidana yang akan dikenakan kepada badan-badan yang bersangkutan dan/atau pimpinannya. Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada badan tersebut senantiasa berupa pidana denda.
        Pasal 109

Ayat (1)


Cukup Jelas.

Ayat (2) 


Yang dimaksud dengan semata-mata digunakan untuk melakukan tindak pidana yaitu sarana pengangkut yang pada saat tertangkap benar-benar ditujukan untuk melakukan tindak pidana penyelundupan.

Ayat (2a)


Yang dimaksud dengan dapat dirampas  yaitu memberikan kewenangan kepada hakim untuk mempertimbangkan putusan dengan memperhatikan kasus per kasus, misalnya kapal yang hanya mengangkut barang tertentu dalam jumlah sedikit sedangkan kapal tersebut diperlukan sebagai alat angkut untuk menopang perdagangan ekonomi daerah tentunya diputuskan untuk tidak dirampas.

Ayat (3)


Secara umum, pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh penuntut umum. Namun, barang impor atau ekspor yang berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara, berdasarkan Undang-Undang ini menjadi milik negara yang pemanfaatannya ditetapkan oleh Menteri.
        Pasal 113A

Ayat (1)


Ayat ini mengamanatkan setiap pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus mengutamakan fungsi pelayanan maupun pengawasan dalam menghimpun dana melalui pemungutan bea masuk, melindungi kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dokumen, dan dapat menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional.

Ayat (2)


Mengingat dalam pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berkaitan erat dengan pengawasan dan pelayanan, pegawai bea cukai yang melaksanakan tugas dan wewenangnya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik apabila melanggar kode etik.

Ayat (3)


Cukup Jelas.

Ayat (4)


Cukup Jelas.
        Pasal 113B

Cukup Jelas.
        Pasal 113C

Cukup Jelas.
        Pasal 113D

Ayat (1)


Yang dimaksud dengan pelanggaran kepabeanan  yaitu pelanggaran administrasi dan tindak pidana kepabeanan.


Yang dimaksud dengan berjasa yaitu berjasa dalam menangani:


a.
pelanggaran administrasi meliputi memberikan informasi, menemukan baik secara administrasi maupun secara fisik, sampai dengan menyelesaikan penagihan; atau


b.
pelanggaran pidana kepabeanan meliputi memberikan informasi, melakukan penangkapan, penyidikan, dan penuntutan.

Ayat (2)


Cukup Jelas.

Ayat (3)


Cukup Jelas.

Ayat (4)


Cukup Jelas.
        Pasal 115A

Ayat (1)


Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaan daerah perdagangan bebas (free trade zone) dan/atau pelabuhan bebas terhadap pemasukan dan/atau pengeluaran barang-barang larangan dan pembatasan seperti narkoba, senjata api, bahan peledak.

Ayat (2)


Cukup Jelas.
        Pasal 115B

Ayat (1)


Yang dimaksud informasi yang sifatnya tertentu yaitu informasi yang menyangkut kerahasiaan negara atau yang berdasarkan peraturan perundang-undangan harus dirahasiakan.

Ayat (2)


Cukup Jelas.
        Pasal 115C

Ayat (1)


 Cukup Jelas.

Ayat (2)


Cukup Jelas.

Ayat (3)


Ketentuan pada ayat ini sebagai upaya pengamanan keuangan negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau pejabat pemeriksa fungsional lain berdasarkan Undang-Undang.

Ayat (4)


Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat ini, harus menyebutkan nama tersangka, keterangan yang diminta serta kaitan antara perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tersebut.
        Pasal II

Cukup Jelas.




 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR  4661

Tidak ada komentar:

Posting Komentar