Kamis, 24 Oktober 2013

Penjelasan Atas Undang-undang Kepabeanan No.10 Tahun 1995

PENJELASAN


ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 10 TAHUN 1995

TENTANG

K E P A B E A N A N

U M U M

1. Republik Indonesia sebagai negara hukum menghendaki terwujudnya sistem hukum nasional yang mantap dan mengabdi kepada kepentingan nasional, bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, sejak kemerdekaan undang-undang kepabeanan nasional belum dapat dibentuk sehingga Indische Tarief Wet (Undang-undang Tarif Indonesia) Staatsblad Tahun 1873 Nomor 35, Rechten Ordonnantie (Ordonansi Bea) Staatsblad Tahun 1882 Nomor 240, dan Tarief Ordonnantie (Ordonansi Tarif) Staatsblad Tahun 1910 Nomor 628 masih diberlakukan berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Meskipun terhadap ketiga peraturan perundang-undangan tersebut telah dilakukan perubahan dan penambahan untuk menjawab tuntutan pembangunan nasional, karena perubahan tersebut bersifat partial dan tidak mendasar serta berbeda falsafah yang melatarbelakanginya, perubahan dan penambahan tersebut belum dapat memenuhi tuntutan dimaksud sehingga perlu dilakukan pembaruan.
2. Dalam mewujudkan peraturan perundang-undangan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalamnya terkandung asas keadilan, menjunjung tinggi hak setiap anggota masyarakat, dan menempatkan Kewajiban Pabean sebagai kewajiban kenegaraan yang mencerminkan peran serta anggota masyarakat dalam menghimpun dana melalui pembayaran Bea Masuk, maka peraturan perundang-undangan kepabeanan ini sebagai bagian dari hukum fiskal harus dapat menjamin perlindungan kepentingan masyarakat, kelancaran arus barang, orang, dan dokumen, penerimaan Bea Masuk yang optimal, dan dapat menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendorong laju pembangunan nasional. Dalam rangka mencapai tujuan dimaksud, aparatur kepabeanan dituntut untuk memberikan pelayanan yang semakin baik, efektif, dan efisien, sesuai dengan lingkup tugas dan fungsinya.
3. Undang-undang Kepabeanan ini telah memperhatikan aspek-aspek:
a. keadilan, sehingga Kewajiban Pabean hanya dibebankan kepada anggota masyarakat yang melakukan kegiatan kepabeanan dan terhadap mereka diperlakukan sama dalam hal dan kondisi yang sama
b. pemberian insentif yang akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional yang antara lain berupa fasilitas Tempat Penimbunan Berikat, pembebasan Bea Masuk atas impor mesin dan bahan baku dalam rangka ekspor, dan pemberian persetujuan impor barang sebelum pelunasan Bea Masuk dilakukan;
c. netralitas dalam pemungutan Bea Masuk, sehingga distorsi yang mengganggu perekonomian nasional dapat dihindari;
d. kelayakan administrasi, yaitu pelaksanaan administrasi kepabeanan dapat dilaksanakan lebih tertib, terkendali, sederhana, dan mudah dipahami oleh anggota masyarakat sehingga tidak terjadi duplikasi. Oleh karena itu biaya administrasi dapat ditekan serendah mungkin;
e. kepentingan penerimaan negara, dalam arti ketentuan dalam undang-undang ini telah memperhatikan segi-segi stabilitas, potensial, dan fleksibilitas dari penerimaan, sehingga dapat menjamin peningkatan penerimaan negara, dan dapat mengantisipasi kebutuhan peningkatan pembiayaan pembanganan nasional
f. penerapan pengawasan dan sanksi dalam upaya agar ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini ditaati;
g. Wawasan Nusantara, sehingga ketentuan dalam undang-undang ini diberlakukan di Daerah Pabean yang meliputi wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, dimana Indonesia mempunyai kedaulatan dan hak berdaulat yaitu, di perairan pedalaman, perairan nusantara, laut wilayah, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen, dan selat yang digunakan untuk pelayaran internasional;
h. praktek kepabeanan internasional sebagaimana diatur dalam persetujuan perdagangan internasional.
4. Undang-undang Kepabeanan ini juga mengatur hal-hal baru yang sebelumnya tidak diatur dalam ketiga peraturan perundang-undangan yang digantikannya, antara lain ketentuan tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan, pengendalian impor atau ekspor barang hasil pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, pembukuan, sanksi administrasi, penyidikan, dan lembaga banding
5. Selain daripada itu untuk meningkatkan pelayanan kelancaran arus barang, orang, dan dokumen agar menjadi semakin baik, efektif, dan efisien, maka diatur pula antara lain:
a. pelaksanaan pemeriksaan secara selektif;
b. penyerahan Pemberitahuan Pabean melalui media elektronik (hubungan antarkomputer);
c. pengawasan dan pengamanan impor atau ekspor yang pelaksanaannya dititikberatkan pada audit di bidang Kepabeanan terhadap pembukuan perusahaan;
d. peran serta anggota masyarakat untuk bertanggung jawab atas Bea Masuk melalui sistem menghitung dan membayar sendiri Bea Masuk yang terutang (self assessment), dengan tetap memperhatikan pelaksanaan ketentuan larangan atau pembatasan yang berkaitan dengan impor atau ekspor barang, seperti barang pornografi, narkotika, uang palsu, dan senjata api.
6. Berdasarkan hal-hal sebagaimana diuraikan di atas dan mengingat Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, serta memperhatikan amanat yang tersurat dan tersirat dalam garis-garis besar daripada haluan Negara, Undang-undang Kepabeanan ini merupakan produk nasional yang mampu menjawab tuntutan pembangunan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1

Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian istilah yang dipergunakan dalam undang-undang ini. Dengan adanya pengertian tentang istilah tersebut, dapat dicegah adanya salah pengertian atau salah penafsiran dalam melaksanakan pasal-pasal bersangkutan, sehingga masyarakat akan lebih mudah memahaminya.
Pasal 2
Ayat (1)
Ayat ini memberikan penegasan pengertian Impor secara yuridis, yaitu pada saat barang memasuki Daerah Pabean dan menetapkan saat barang tersebut wajib Bea Masuk serta merupakan dasar yuridis bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan
Ayat (2)
Ayat ini memberikan penegasan tentang pengertian Ekspor. Secara nyata Ekspor terjadi pada saat barang melintasi Daerah Pabean, namun mengingat dari segi pelayanan dan pengamanan tidak mungkin menempatkan Pejabat Bea dan Cukai di sepanjang garis perbatasan untuk memberikan pelayanan dan melakukan pengawasan ekspor barang, maka secara yuridis ekspor dianggap telah terjadi pada saat barang tersebut sudah dimuat atau akan dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean. Yang dimaksud dengan sarana pengangkut adalah setiap kendaraan, pesawat udara, kapal laut, atau sarana lain yang digunakan untuk mengangkut barang atau orang. Akan dimuat dalam ayat ini mengandung pengertian bahwa barang ekspor tersebut telah dapat diketahui untuk tujuan dikirim ke luar Daerah Pabean (ekspor), karena telah diserahkannya Pemberitahuan Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai. Dapat saja barang tersebut masih berada di Tempat Penimbunan Sementara atau di tempat-tempat yang disediakan khusus untuk itu, termasuk di gudang atau pabrik eksportir yang bersangkutan.
Ayat (3)
Ayat ini memberikan penegasan bahwa walaupun barang tersebut telah dimuat di sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar Daerah Pabean, jika dapat dibuktikan barang tersebut akan dibongkar di dalam Daerah Pabean dengan menyerahkan suatu Pemberitahuan Pabean, barang tersebut tidak dianggap sebagai barang ekspor.
Pasal 3
Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean yang diajukan, terhadap barang impor dilakukan pemeriksaan pabean dalam bentuk penelitian terhadap dokumen dan pemeriksaan atas fisik barang. Dalam rangka memperlancar arus barang, pemeriksaan atas fisik barang dilakukan secara selektif dalam arti pemeriksaan barang hanya dilakukan terhadap importasi yang berisiko tinggi, antara lain barang yang bea masuknya tinggi, barang berbahaya bagi negara dan masyarakat, serta Impor yang dilakukan oleh importir yang mempunyai catatan kurang baik.
Pasal 4
Dalam rangka mendorong Ekspor, terutama dalam kaitannya dengan upaya untuk meningkatkan daya saing barang ekspor Indonesia di pasar dunia, diperlukan suatu kecepatan dan kepastian bagi eksportir. Dengan demikian, pemeriksaan pabean dalam bentuk pemeriksaan fisik atas barang ekspor harus diupayakan seminimal mungkin sehingga terhadap barang ekspor pada dasarnya hanya dilakukan penelitian terhadap dokumennya. Untuk memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai Pemberitahuan Pabean yang diajukan, pasal ini memberikan kewenangan kepada Menteri untuk dalam hal-hal tertentu dapat menetapkan ketentuan tentang pemeriksaan fisik atas barang ekspor.
Pasal 5
Ayat (1)
Dilihat dari keadaan geografis negara Republik Indonesia yang demikian luas dan merupakan negara kepulauan, maka tidaklah mungkin menempatkan Pejabat Bea dan Cukai di sepanjang pantai untuk menjaga agar semua barang yang dimasukkan ke atau yang dikeluarkan dari Daerah Pabean memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, ditetapkan bahwa pemenuhan Kewajiban Pabean hanya dapat dilakukan di Kantor Pabean. Penegasan bahwa pemenuhan Kewajiban Pabean dilakukan di Kantor Pabean maksudnya adalah kalau kedapatan barang dibongkar atau dimuat di suatu tempat yang tidak ditunjuk sebagai Kantor Pabean berarti terjadi pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini. Dengan demikian, pengawasan lebih mudah dilakukan, sebab tempat untuk memenuhi Kewajiban Pabean seperti penyerahan Pemberitahuan Pabean atau pelunasan Bea Masuk telah dibatasi dengan penunjukan Kantor Pabean yang disesuaikan dengan kebutuhan perdagangan. Pemenuhan Kewajiban Pabean di tempat selain di Kantor Pabean dapat diizinkan dengan pemenuhan persyaratan tertentu yang akan ditetapkan oleh Menteri, sesuai dengan kepentingan perdagangan dan perekonomian; atau apabila dengan cara tersebut Kewajiban Pabean dapat dipenuhi dengan lebih mudah, aman, dan murah, pemberian kemudahan tersebut bersifat sementara.
Ayat (2)
Ayat ini menegaskan bahwa Pemberitahuan Pabean yang digunakan untuk pemenuhan Kewajiban Pabean dapat berupa tulisan di atas formulir atau melalui media elektronik berupa disket atau hubungan langsung antarkomputer.
Ayat (3)
Untuk keperluan pelayanan, pengawasan, kelancaran lalu-lintas barang serta ketertiban bongkar muat barang, dan pengamanan keuangan negara, undang-undang ini menetapkan adanya suatu kawasan di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain sebagai Kawasan Pabean yang sepenuhnya berada dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Demikian pula penunjukan Pos Pengawasan Pabean dimaksudkan untuk tempat Pejabat Bea dan Cukai melakukan pengawasan. Pos tersebut merupakan bagian dari Kantor Pabean dan di tempat tersebut tidak dapat dipenuhi Kewajiban Pabean
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 6
Pasal ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelesaian Kewajiban Pabean atas barang impor atau ekspor harus senantiasa didasarkan pada ketentuan dalam undang-undang ini yang pelaksanaan penegakannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ayat (1)
Adanya kewajiban untuk melaporkan kedatangan barang impor di Kantor Pabean tujuan pertama melalui jalur yang ditetapkan dimaksudkan agar pembongkaran dilakukan dengan memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini. Dalam pengertian barang impor termasuk juga sarana pengangkut yang diimpor untuk dipakai atau diimpor sementara. Yang dimaksud dengan jalur yang ditetapkan adalah alur pelayaran, jalur udara, jalan perairan daratan, dan jalan darat yang ditetapkan, artinya sarana pengangkut harus melalui alur-alur yang dicantumkan dalam buku petunjuk pelayaran. Demikian pula untuk barang yang diangkut melalui udara harus melalui jalur (koridor) udara yang ditetapkan oleh Departemen Perhubungan, sedangkan jalan perairan daratan dan jalan darat di perbatasan darat ditetapkan oleh Menteri. Yang dimaksud dengan pengangkut adalah orang, kuasanya, atau yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang nyata-nyata mengangkut barang atau orang. Pemberitahuan Pabean dibuat dan diserahkan oleh pengangkut dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Ayat (2)
Pada dasarnya barang impor hanya dapat dibongkar setelah diajukan Pemberitahuan Pabean tentang kedatangan sarana pengangkut. Akan tetapi, dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat seperti kebakaran, kerusakan mesin yang tidak dapat diperbaiki, cuaca buruk, atau hal-hal lain yang terjadi diluar kemampuan manusia dapat diadakan penyimpangan dengan melakukan pembongkaran tanpa memberitahukan terlebih dahulu tentang kedatangan sarana pengangkut. Yang dimaksud dengan Kantor Pabean terdekat adalah Kantor Pabean yang paling mudah dicapai.
Ayat (3)
Pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut atas ketentuan pada ayat (1) merupakan kesalahan yang dapat terjadi lebih dari satu kali.Oleh karena itu, sanksi administrasi yang ditetapkan pada ayat ini berupa denda dari jumlah yang paling sedikit sampai dengan jumlah yang paling banyak. Dengan demikian, pengangkut yang melanggar ketentuan pada ayat (1) lebih dari satu kali akan dikenai denda yang lebih besar dari yang hanya satu kali. Sedangkan pelanggaran yang dilakukan oleh pengangkut atas ketentuan pada ayat (2) tidak akan terjadi setiap saat dan terjadi diluar kemampuannya. Oleh karena itu, sanksi administrasi atas kesalahan tersebut hanya berupa denda minimum yang diatur pada ayat ini.
Ayat (4)
Kewajiban yang harus dilakukan oleh pengangkut atau kuasanya adalah memberitahukan kedatangan sarana pengangkut dengan Pemberitahuan Pabean kepada Pejabat Bea dan Cukai dan dokumen tersebut harus memuat atau berisi semua barang impor yang diangkut di dalam sarana pengangkut tersebut, baik berupa barang dagangan maupun bekal kapal. Apabila jumlah barang yang dibongkar kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam Pemberitahuan Pabean, pengangkut berdasarkan ketentuan pada ayat ini dianggap telah memasukkan barang impor tersebut ke peredaran bebas sehingga, selain wajib membayar Bea Masuk atas barang yang kurang dibongkar tersebut, juga dikenai sanksi administrasi, jika yang bersangkutan tidak dapat membuktikan bahwa kekurangan barang yang dibongkar tersebut bukan karena kesalahannya.
Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)

Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara bukan merupakan keharusan sehingga penimbunan di Tempat Penimbunan Sementara hanya dilakukan dalam hal barang tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan segera. Yang dimaksud dengan pengeluaran adalah pengeluaran barang dari Kawasan Pabean, Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Berikat, atau Tempat Penimbunan Pabean ke peredaran bebas dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai setelah dipenuhinya Kewajiban Pabean.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan barang diangkut terus adalah barang yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dulu. Yang dimaksud dengan barang diangkut lanjut adalah barang yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dulu. Yang dimaksud dengan diekspor kembali adalah pengiriman kembali barang impor keluar Daerah Pabean karena ternyata tidak sesuai dengan yang dipesan atau oleh karena suatu ketentuan baru dari pemerintah tidak boleh diimpor ke dalam Daerah Pabean.
Ayat (8)
Meskipun pengeluaran barang pada ayat ini dilakukan dengan tanpa maksud untuk mengelakkan pembayaran Bea Masuk, karena telah diajukan Pemberitahuan Pabean dan Bea Masuknya telah dilunasi, akan tetapi karena pengeluarannya tanpa persetujuan Pejabat Bea dan Cukai, maka atas pelanggaran tersebut si pelanggar dikenai sanksi administrasi.
Ayat (9)
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Ayat ini memungkinkan importir yang memenuhi persyaratan, untuk mengeluarkan barang impor untuk dipakai sebelum melunasi Bea Masuk yang terutang dengan menyerahkan jaminan. Namun, importir wajib menyelesaikan kewajibannya dalam jangka waktu yang ditetapkan menurut undang-undang ini. Kemudahan ini diberikan dengan tujuan untuk memperlancar arus barang
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penumpang adalah setiap orang yang melintasi perbatasan wilayah negara dengan menggunakan sarana pengangkut, tetapi bukan awak sarana pengangkut dan bukan pelintas batas.
Yang dimaksud dengan pelintas batas adalah penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang yang melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui pos pengawas lintas batas.

Yang dimaksud dengan awak sarana pengangkut adalah setiap orang yang karena sifat pekerjaannya harus berada dalam sarana pengangkut dan datang bersama sarana pengangkutnya.

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan persetujuan Pejabat Bea dan Cukai adalah penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang menyatakan bahwa barang tersebut telah dipenuhi Kewajiban Pabeannya berdasarkan undang-undang ini.
Ayat (5)
Cukup jelas

Ayat (6)

Ketentuan dalam ayat ini mengenakan sanksi kepada importir yang memperoleh kemudahan berdasarkan ketentuan pada ayat (2) huruf b atau huruf c, yaitu mengimpor barang untuk dipakai sebelum melunasi Bea Masuknya dengan penyerahan jaminan, tetapi tidak menyelesaikan kewajiban untuk membayar Bea Masuk menurut jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan undang-undang ini. Yang dimaksud dengan importir adalah orang yang mengimpor
Pasal 9
Ayat (1)
Tujuan pengaturan impor sementara adalah untuk memberikan kemudahan atas pemasukan barang dengan tujuan tertentu seperti barang pameran, barang perlombaan, kendaraan yang dibawa oleh wisatawan, peralatan penelitian yang digunakan untuk penelitian sains dan teknologi serta pendidikan, peralatan yang digunakan oleh teknisi, wartawan, dan tenaga ahli untuk digunakan sementara waktu dan pada waktu pengimporannya telah jelas bahwa barang tersebut akan diekspor kembali.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pengawasan pabean adalah pengawasan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara bukan merupakan keharusan sehingga penimbunan di Tempat Penimbunan Sementara hanya dilakukan dalam hal barang tersebut tidak dapat dimuat dengan segera.
Ayat (4)
Pemberitahuan pembatalan tersebut diwajibkan dalam rangka penyelesaian dan tertib administrasi serta pengawasan terhadap pemberian fasilitas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan eksportir adalah orang yang mengekspor.
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan sebagai sarana untuk melakukan pengawasan terhadap barang yang akan dikeluarkan ke luar Daerah Pabean.
Ayat (2)
Ketentuan yang diatur pada huruf a dan b bertujuan untuk pengamanan hak-hak negara yang masih melekat pada barang-barang tersebut mengingat barang yang bersangkutan masih terutang Bea Masuk. Sedangkan ketentuan pada huruf c dimaksudkan untuk pengawasan terhadap barang ekspor dan ketentuan pada huruf d dimaksudkan agar barang yang diangkut tersebut dapat dibedakan dari barang impor yang dimuat di pelabuhan di luar Daerah Pabean.
Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Dengan memperhatikan Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), besarnya tarif maksimum dalam ayat ini ditetapkan setinggi-tingginya empat puluh persen termasuk Bea Masuk Tambahan (BMT) yang pada waktu diundangkannya undang-undang ini masih dikenakan terhadap barang-barang tertentu. Namun, dengan tetap memperhatikan kemampuan daya saing industri dalam negeri, kebijaksanaan umum di bidang tarif harus senantiasa ditujukan untuk menurunkan tingkat tarif yang ada dengan tujuan:
a. meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasaran internasional;
b. melindungi konsumen dalam negeri; dan
c. mengurangi hambatan dalam perdagangan internasional dalam rangka mendukung terciptanya perdagangan bebas.
Ayat (2)
Sesuai dengan Notifikasi Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenai Tarif dan Perdagangan (GATT)
Huruf a.:

untuk produk pertanian tertentu sebagaimana tercantum dalam Skedul XXI-Indonesia, tarif Bea Masuknya diikat pada tingkat yang lebih tinggi dari empat puluh persen, dengan tujuan untuk menghapus penggunaan hambatan nontarif sehingga menjadi tarifikasi;
Huruf b.
demi kepentingan nasional, produk tertentu yang termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia, tarif Bea Masuknya tidak diikat pada tingkat tarif tertentu sehingga dikecualikan dari ketentuan pengenaan tarif maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Namun, dalam jangka waktu tertentu tarif atas produk tersebut akan diturunkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Huruf c.
Cukup jelas

Ayat (3)
Untuk mengantisipasi perkembangan perdagangan internasional yang demikian cepat dan dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional, perlu diberikan pendelegasian wewenang kepada Menteri untuk menetapkan besarnya tarif Bea Masuk setiap jenis barang dan melakukan perubahan terhadap besarnya tarif tersebut.

Pasal 13 Ayat (1) Ayat ini memberikan kewenangan kepada Menteri untuk menetapkan tarif Bea Masuk yang besarnya berbeda dengan tarif yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). Huruf a. Tarif Bea Masuk dikenakan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain atau beberapa negara lain, misalnya Bea Masuk berdasarkan Common Effective Preferential Tariff untuk Asean Free Trade Area (CEPT for AFTA). Huruf b. Dalam rangka mempermudah dan mempercepat penyelesaian impor barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman melalui pos atau jasa titipan, dapat dikenakan Bea Masuk berdasarkan tarif yang berbeda dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), misalnya dengan pengenaan tarif rata-rata. Ketentuan ini perlu, mengingat barang-barang yang dibawa oleh para penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas pada umumnya terdiri dari beberapa jenis. Huruf c. Dalam hal barang ekspor Indonesia diperlakukan secara tidak wajar oleh suatu negara misalnya dengan pembatasan, larangan, atau pengenaan tambahan Bea Masuk, barang-barang dari negara yang bersangkutan dapat dikenakan tarif yang besarnya berbeda dengan tarif yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 14 Yang dimaksud dengan sistem klasifikasi barang dalam pasal ini adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan untuk mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan, dan statistik. Pasal 15 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "nilai transaksi" adalah harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atas barang yang dijual untuk diekspor ke Daerah Pabean ditambah dengan: a. biaya yang dibayar oleh pembeli yang belum tercantum dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar berupa:
1.

komisi dan jasa, kecuali komisi pembelian;
2.

biaya pengemas, yang untuk kepentingan pabean, pengemas tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan barang yang bersangkutan;
3.

biaya pengepakan meliputi biaya material dan upah tenaga kerja pengepakan; b. nilai dari barang dan jasa berupa:
1.

material, komponen, bagian, dan barang-barang sejenis yang terkandung dalam barang impor;
2.

peralatan, cetakan, dan barang-barang yang sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor;
3.

material yang digunakan dalam pembuatan barang impor;
4.

teknik, pengembangan, karya seni, desain, perencanaan, dan sketsa yang dilakukan di mana saja di luar Daerah Pabean dan diperlukan untuk pembuatan barang impor, yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh pembeli, dengan syarat barang dan jasa tersebut: a) dipasok dengan cuma-cuma atau dengan harga diturunkan; b) untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk ekspor barang impor yang dibelinya; c) harganya belum termasuk dalam harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan. c. royalti dan biaya lisensi yang harus dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung sebagai persyaratan jual beli barang impor yang sedang dinilai, sepanjang royalti dan biaya lisensi tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar dari barang impor yang bersangkutan; d. nilai setiap bagian dari hasil/pendapatan yang diperoleh pembeli untuk disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual, atas penjualan, pemanfaatan, atau pemakaian barang impor yang bersangkutan; e. biaya transportasi barang impor yang dijual untuk diekspor ke pelabuhan atau tempat impor di Daerah Pabean; f. biaya pemuatan, pembongkaran, dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke pelabuhan atau tempat impor di Daerah Pabean; g. biaya asuransi. Ayat (2) Dua barang dianggap identik apabila keduanya sama dalam segala hal, setidak-tidaknya karakter fisik, kualitas, dan reputasinya sama, serta: a. diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau b. diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama. Ayat (3) Dua barang dianggap serupa apabila keduanya memiliki karakter fisik dan komponen material yang sama sehingga dapat menjalankan fungsi yang sama dan secara komersial dapat dipertukarkan, serta: a. diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau b. diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama. Ayat (4) Yang dimaksud dengan metode deduksi adalah metode untuk menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan data harga dari harga pasar dalam Daerah Pabean dikurangi biaya/pengeluaran, antara lain komisi/ keuntungan, transportasi, asuransi, Bea Masuk, dan pajak; harga dari katalog dan daftar harga atau data harga lainnya. Ayat (5) Yang dimaksud dengan metode komputasi adalah metode untuk menghitung nilai pabean barang impor berdasarkan penjumlahan harga bahan baku, biaya proses pembuatan, dan biaya/pengeluaran lainnya sampai barang tersebut tiba di pelabuhan atau tempat impor di Daerah Pabean. Ayat (6) Yang dimaksud dengan pembatasan tertentu adalah bahwa dalam perhitungan nilai pabean barang impor berdasarkan ayat ini tidak diizinkan ditetapkan berdasarkan: a. harga jual barang produksi dalam negeri; b. suatu sistem yang menentukan nilai yang lebih tinggi apabila ada dua alternatif nilai pembanding; c. harga barang di pasaran dalam negeri negara pengekspor; d. biaya produksi, selain nilai yang dihitung berdasarkan metode komputasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang telah ditentukan untuk barang identik atau serupa; e. harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke Daerah Pabean; f. harga patokan; g. nilai yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau fiktif. Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 16 Prinsip yang dianut dalam pembayaran Bea Masuk adalah asas perhitungan sendiri (self assessment). Namun, Pejabat Bea dan Cukai tetap diberi wewenang untuk meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk yang tersebut dalam Pemberitahuan Pabean yang diserahkan importir.
Penetapan tarif dapat diberikan sebelum atau sesudah Pemberitahuan Pabean atas impor diserahkan, sedangkan penetapan nilai pabean untuk perhitungan Bea Masuk hanya dapat diberikan setelah Pemberitahuan Pabean diserahkan.

Pengertian "dapat" dalam pasal ini dimaksudkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai menetapkan tarif dan nilai pabean hanya dalam hal tarif dan nilai pabean yang diberitahukan berbeda dengan tarif yang ada dan/atau nilai pabean barang yang sebenarnya sehingga:

a. Bea Masuk kurang dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih tinggi; b. Bea Masuk lebih dibayar dalam hal tarif dan/atau nilai pabean yang ditetapkan lebih rendah. Dalam hal pemberitahuan kedapatan sesuai atau benar, pemberitahuan diterima dan dianggap telah dilakukan penetapan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal tertentu atas barang impor dilakukan penetapan tarif dan nilai pabean untuk pemberitahuan Bea Masuk setelah pemeriksaan fisik, tetapi sebelum diserahkan Pemberitahuan Pabean, misalnya untuk barang penumpang.
Dalam rangka memberikan kepastian pelayanan kepada masyarakat, jika Pemberitahuan Pabean sudah didaftarkan, penetapan harus sudah diberikan dalam waktu tiga puluh hari sesudah tanggal pendaftaran. Batas waktu selama tiga puluh hari dianggap cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai untuk mengumpulkan informasi sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan penetapan.

Pasal 17 Ayat (1) Pada dasarnya penetapan Pejabat Bea dan Cukai sudah mengikat dan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika hasil pemeriksaan ulang atas Pemberitahuan Pabean atau Dokumen Pelengkap Pabean menunjukkan adanya kekurangan atau kelebihan pembayaran Bea Masuk, untuk mengamankan penerimaan negara atau menjamin hak pengguna jasa, Direktur Jenderal dapat membuat penetapan baru. Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 18 Yang dimaksud dengan harga ekspor adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang diekspor ke Daerah Pabean Indonesia. Dalam hal diketahui adanya hubungan antara importir dan eksportir atau pihak ketiga, atau karena alasan tertentu harga ekspor diragukan kebenarannya, harga ekspor ditetapkan berdasarkan: a. harga dari barang impor dimaksud yang dijual kembali untuk pertama kali kepada pembeli yang bebas; atau b. harga yang wajar, dalam hal tidak terdapat penjualan kembali kepada pembeli yang bebas atau tidak dijual kembali dalam kondisi seperti pada waktu diimpor. Yang dimaksud dengan nilai normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi. Dalam hal tidak terdapat barang sejenis yang dijual di pasar domestik negara pengekspor atau volume penjualan di pasar domestik negara pengekspor relatif kecil sehingga tidak dapat digunakan sebagai pembanding, nilai normal ditetapkan berdasarkan: a. harga tertinggi barang sejenis yang diekspor ke negara ketiga; atau b. harga yang dibentuk dari penjumlahan biaya produksi, biaya administrasi, biaya penjualan, dan laba yang wajar (constructed value). Yang dimaksud dengan "industri dalam negeri" adalah: a. produsen dalam negeri barang sejenis secara keseluruhan; atau b. para produsen dalam negeri barang sejenis yang produksinya mewakili sebagian besar dari keseluruhan produksi barang yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan barang sejenis adalah barang yang identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor dimaksud atau barang yang memiliki karakteristik fisik, teknik, atau kimiawi menyerupai barang impor dimaksud. Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Yang dimaksud dengan subsidi adalah: a. setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah atau badan-badan Pemerintah baik langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan, industri, kelompok industri, atau eksportir; atau b. setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga yang diberikan secara langsung atau tidak langsung untuk meningkatkan Ekspor atau menurunkan Impor dari atau ke negara yang bersangkutan. Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Pada dasarnya barang dari luar Daerah Pabean sejak memasuki Daerah Pabean sudah terutang Bea Masuk. Namun, mengingat barang tersebut tidak diimpor untuk dipakai, barang tersebut tidak dipungut Bea Masuk. Pasal 25 Pembebasan Bea Masuk yang diberikan dalam pasal ini adalah pembebasan yang bersifat mutlak, dalam arti jika persyaratan yang diatur dalam pasal ini dipenuhi, barang yang diimpor tersebut diberi pembebasan. Ayat (1) Yang dimaksud dengan pembebasan Bea Masuk adalah peniadaan pembayaran Bea Masuk yang diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Huruf a

Yang dimaksud dengan barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya adalah barang milik atau untuk keperluan perwakilan negara asing tersebut, termasuk pejabat pemegang paspor diplomatik dan keluarganya di Indonesia. Pembebasan tersebut diberikan apabila negara yang bersangkutan memberikan perlakuan yang sama terhadap diplomat Indonesia. Huruf b Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya adalah barang milik atau untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia, termasuk para pejabatnya yang ditugaskan di Indonesia. Pembebasan ini tidak diberikan kepada pejabat badan internasional yang memegang paspor Indonesia. Huruf c Pembebasan Bea Masuk yang diberikan berdasarkan huruf ini merupakan fasilitas untuk menghilangkan beban yang dipikul oleh importir produsen yang akan memberikan nilai tambah terhadap barang atau bahan impor dimaksud dengan cara mengolah, merakit, atau memasangnya pada barang lain, kemudian mengekspor barang jadinya Huruf d Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan rekomendasi dari departemen terkait terhadap buku-buku yang bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Huruf e Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan ibadah umum adalah barang-barang yang semata-mata digunakan untuk keperluan ibadah dari setiap agama yang diakui di Indonesia.
Yang dimaksud dengan barang keperluan amal dan sosial adalah barang yang semata-mata ditujukan untuk keperluan amal/sosial dan tidak mengandung unsur komersial, seperti bantuan untuk bencana alam atau pemberantasan wabah penyakit.

Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan kebudayaan adalah barang yang ditujukan untuk meningkatkan hubungan kebudayaan antarnegara. Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan rekomendasi dari departemen terkait.

Huruf
Cukup jelas

Huruf g

Yang dimaksud dengan barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan adalah barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan penelitian/riset atau percobaan guna peningkatan atau pengembangan suatu penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembebasan Bea Masuk diberikan berdasarkan rekomendasi dari departemen terkait. Huruf h
Cukup jelas

Huruf i

Cukup jelas

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Yang dimaksud dengan barang contoh adalah barang yang diimpor khusus sebagai contoh, antara lain untuk keperluan produksi (prototipe) dan pameran dalam jumlah dan jenis yang terbatas, baik tipe maupun merek. Huruf l
Cukup jelas

Huruf m

Yang dimaksud dengan barang pindahan adalah barang-barang keperluan rumah tangga milik orang yang semula berdomisili di luar negeri, kemudian dibawa pindah ke dalam negeri. Huruf n Yang dimaksud dengan barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, dan pelintas batas adalah barang-barang yang dibawa oleh mereka sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (3), sedangkan barang kiriman adalah barang yang dikirim oleh pengirim tertentu di luar negeri kepada penerima tertentu di dalam negeri.

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Ayat ini memberikan wewenang kepada Menteri untuk mengatur lebih lanjut persyaratan dan tata cara yang harus dipenuhi guna memperoleh pembebasan berdasarkan pasal ini. Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 26 Pembebasan Bea Masuk yang diberikan dalam pasal ini adalah pembebasan yang bersifat relatif, dalam arti bahwa pembebasan yang diberikan didasarkan pada beberapa persyaratan dan tujuan tertentu, sehingga terhadap barang impor dapat diberikan pembebasan atau hanya keringanan Bea Masuk.
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan keringanan Bea Masuk adalah pengurangan sebagian pembayaran Bea Masuk yang diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
Huruf a.

Yang dimaksud dengan mesin untuk pembangunan dan pengembangan industri adalah setiap mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau perkakas yang digunakan untuk pembangunan dan pengembangan industri. Pengertian pembangunan dan pengembangan industri meliputi pendirian perusahaan atau pabrik baru serta perluasan (diversifikasi) hasil produksi, modernisasi, rehabilitasi untuk tujuan peningkatan kapasitas produksi dari perusahaan atau pabrik yang telah ada. Huruf b. Yang dimaksud dengan barang dan bahan ialah semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi, sedangkan batas waktu akan diatur dalam keputusan pelaksanaannya. Huruf c.
Cukup jelas

Huruf d.

Yang dimaksud dengan bibit dan benih ialah segala jenis tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diimpor dengan tujuan nyata-nyata untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Huruf e. Yang dimaksud dengan hasil laut ialah semua jenis tumbuhan laut, ikan, atau hewan laut yang layak untuk dimakan seperti ikan, udang, kerang, dan kepiting yang belum atau sudah diolah dalam sarana penangkap yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan sarana penangkap ialah satu atau sekelompok kapal yang mempunyai peralatan untuk menangkap atau mengambil hasil laut, termasuk juga yang mempunyai peralatan pengolahan.
Yang dimaksud dengan sarana penangkap yang telah mendapat izin adalah sarana penangkap yang berbendera Indonesia atau berbendera asing yang telah memperoleh izin dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan penangkapan atau pengambilan hasil laut.

Huruf f. Pembebasan Bea Masuk dapat diberikan atas impor barang yang sebelumnya diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan, atau pengujian di luar negeri.
Yang dimaksud dengan perbaikan adalah penanganan barang yang rusak, usang, atau tua dengan mengembalikannya pada keadaan semula tanpa mengubah sifat hakikinya.

Yang dimaksud dengan pengerjaan adalah penanganan barang, selain perbaikan tersebut di atas, juga mengakibatkan peningkatan harga barang dari segi ekonomis tanpa mengubah sifat hakikinya. Pengujian meliputi pemeriksaan barang dari segi teknik dan menyangkut mutu serta kapasitasnya sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pembebasan atau keringanan dalam hal ini hanya dapat diberikan terhadap barang dalam keadaan seperti pada waktu diekspor, sedangkan atas bagian yang diganti atau ditambah dan biaya perbaikan tetap dikenakan Bea Masuk.

Huruf g. Pembebasan Bea Masuk dapat diberikan terhadap barang setelah diekspor, diimpor kembali tanpa mengalami suatu proses pengerjaan atau penyempurnaan apa pun, seperti barang yang dibawa oleh penumpang ke luar negeri, barang keperluan pameran, pertunjukan, atau perlombaan. Terhadap barang lain yang diekspor untuk kemudian karena suatu hal, diimpor kembali dalam keadaan yang sama dengan ketentuan segala fasilitas yang pernah diterimanya dikembalikan. Huruf h. Dalam transaksi perdagangan kemungkinan adanya perubahan kondisi barang sebelum barang diterima oleh pembeli dapat saja terjadi. Sedangkan prinsip pemungutan Bea Masuk dalam undang-undang ini diterapkan atas semua barang yang diimpor untuk dipakai sehingga, apabila terjadi perubahan kondisi (kerusakan, penurunan mutu, kemusnahan, atau penyusutan volume atau berat karena sebab alamiah), barang tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai atau memberikan manfaat sebagaimana diharapkan, wajar apabila barang yang mengalami perubahan kondisi sebagaimana diuraikan di atas tidak sepenuhnya dipungut Bea Masuk. Oleh karena itu pembatasan pada saat kapan terjadinya perubahan kondisi barang tersebut, adalah antara waktu pengangkutan dan diberikannya persetujuan impor untuk dipakai. Huruf i. Bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan jaringan adalah: 1) bahan terapi yang berasal dari manusia, yaitu darah manusia serta derivatifnya (turunannya) seperti darah seluruhnya, plasma kering, albumin, gamaglobulin, fitrinogen, serta organ tubuh; 2) bahan pengelompokan darah yang berasal dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber lain, 3) bahan penjenisan jaringan yang berasal dari manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, atau sumber lain. Huruf j. Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat yang tidak mengutamakan kepentingan di bidang keuangan, misalnya proyek pemasangan lampu jalan umum. Huruf k. Mengingat pemasukannya hanya untuk sementara, barang-barang tersebut diberi pembebasan atau keringanan Bea Masuk. Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 27 Ayat (1) Huruf a. Kesalahan tata usaha antara lain adalah kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan pencantuman tarif. Huruf b.
Cukup jelas

Huruf c.

Yang dimaksud dengan sebab tertentu pada ayat ini adalah bahwa hal tersebut bukan merupakan kehendak importir, melainkan disebabkan oleh adanya kebijaksanaan Pemerintah yang mengakibatkan barang yang telah diimpor tidak dapat dimasukkan ke dalam Daerah Pabean sehingga harus diekspor kembali atau dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai dalam kondisi yang sama. Huruf d.
Cukup jelas

Huruf e.

Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 28 Undang-undang ini memberi kewenangan kepada Menteri untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang berkenaan dengan Pemberitahuan Pabean, buku catatan pabean, dan dokumen pelengkap pabean, misalnya bentuk Pemberitahuan Pabean dan dokumen pelengkap pabean dapat ditetapkan baik berupa tulisan di atas formulir, disket, maupun hubungan langsung antarkomputer tanpa menggunakan kertas.
Contoh Pemberitahuan Pabean adalah:

a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut; b. pemberitahuan impor untuk dipakai; c. pemberitahuan impor sementara; d. pemberitahuan pemindahan barang dari Kawasan Pabean ke Tempat Penimbunan Berikat; e. pemberitahuan pemindahan barang dari suatu Kantor Pabean ke Kantor Pabean lain dalam Daerah Pabean; f. pemberitahuan ekspor barang. Yang dimaksud dengan buku catatan pabean adalah buku daftar atau formulir yang digunakan untuk mencatat Pemberitahuan Pabean dan kegiatan Kepabeanan berdasarkan undang-undang ini.
Buku catatan pabean, antara lain adalah daftar untuk mencatat:

a. pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut; b. pemberitahuan impor untuk dipakai; c. pemberitahuan ekspor barang; d. barang yang dianggap tidak dikuasai; e. barang yang akan dilelang Yang dimaksud dengan dokumen pelengkap pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya invoice, bill of lading, packing list, dan manifest. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2)

Pada dasarnya undang-undang ini menganut prinsip bahwa semua pemilik barang dapat menyelesaikan Kewajiban Pabean. Mengingat tidak semua pemilik barang mengetahui atau menguasai ketentuan tata laksana Kepabeanan atau karena suatu hal tidak dapat menyelesaikan sendiri Kewajiban Pabean, ayat ini memberi kemungkinan pemberian kuasa penyelesaian Kewajiban Pabean kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan yang terdaftar di Kantor Pabean. Pengusaha semacam ini sebelumnya telah ada dan di dalam praktik sehari-hari dikenal dengan nama Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), Ekspedisi Muatan Kapal Udara atau Ekspedisi Muatan Pesawat Udara (EMKU/EMPU), atau pengusaha Jasa Transportasi. Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 30
Cukup jelas

Pasal 31

Bea Masuk atas barang impor merupakan tanggung jawab importir yang bersangkutan,kecuali jika pengurusan pemberitahuan impor dikuasakan kepada pengusaha pengurusan jasa kepabeanan dan importir tidak ditemukan, misalnya melarikan diri, maka tanggung jawab atas Bea Masuk beralih ke pengusaha pengurusan jasa kepabeanan. Yang dimaksud dengan pengusaha pengurusan jasa kepabeanan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan Kewajiban Pabean untuk dan atas nama pemilik barang. Pasal 32 Ayat (1) Pada prinsipnya importir bertanggung jawab atas Bea Masuk barang yang diimpornya. Namun berdasarkan ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) undang-undang ini, importir baru dinyatakan bertanggung jawab atas Bea Masuk sejak didaftarkannya Pemberitahuan Pabean. Dengan demikian, sebelum didaftarkannya Pemberitahuan Pabean, tanggung jawab atas Bea Masuk berada pada pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, yaitu tempat penimbunan barang impor yang bersangkutan. Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Apabila barang impor yang harus dilunasi Bea Masuknya terdiri dari beberapa jenis dengan satu nama umum (golongan barang), sedangkan jenis barang yang sebenarnya tidak dapat diketahui, sebagai dasar perhitungan Bea Masuk, diambil tarif tertinggi yang berlaku atas golongan barang tersebut dan nilai pabean ditetapkan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pasal 33
Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1) Pembebasan atau keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 pada hakikatnya tidak membebaskan importir dari tanggung jawab atas Bea Masuk yang harus dilunasi, karena pembebasan atau keringanan tersebut harus memenuhi persyaratan tertentu yang telah ditetapkan secara limitatif pada saat fasilitas tersebut diberikan. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa fasilitas tersebut pada suatu saat digunakan tidak sesuai dengan fasilitas yang diberikan. Karena prinsip pengenaan Bea Masuk melekat erat pada barang impor, untuk menghindari kemungkinan penyalahgunaan fasilitas yang telah diberikan sehingga syarat yang telah ditetapkan tidak lagi dipenuhi, undang-undang ini menegaskan letak tanggung jawab atas Bea Masuk yang terutang berada pada Orang yang mendapatkan pembebasan atau keringanan atau yang menguasai barang tersebut. Tujuan perluasan tanggung jawab atas Bea Masuk dalam undang-undang ini adalah untuk menjamin hak-hak negara. Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 35 Pasal-pasal terdahulu dalam bagian ini telah menegaskan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap Bea Masuk atas barang impor. Pasal ini juga menegaskan siapa yang harus bertanggung jawab atas Bea Masuk barang impor yang kedapatan di bawah penguasaan seseorang yang tidak termasuk dalam ketentuan pasal-pasal tersebut di atas. Dalam keadaan demikian dapat saja mereka merupakan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, atau siapa pun yang kedapatan menguasai barang impor di tempat kedatangan sarana pengangkut atau di tempat-tempat tertentu di daerah perbatasan yang ditunjuk. Yang dimaksud dengan tempat tertentu di daerah perbatasan yang ditunjuk adalah suatu tempat di daerah perbatasan yang merupakan bagian dari jalan perairan daratan atau jalan darat di perbatasan yang ditunjuk sebagai tempat lintas batas (point of entry). Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1) Kewajiban membayar menurut pasal ini sepanjang mengenai Bea Masuk timbul sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean mengenai impor barang dan sepanjang mengenai denda timbul sejak diterimanya surat pemberitahuan oleh yang bersangkutan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan penundaan dalam ayat ini adalah pemberian perpanjangan jangka waktu pelunasan pembayaran Bea Masuk dan denda administrasi sampai batas waktu yang ditetapkan. Perpanjangan jangka waktu pembayaran ini diberikan dengan pertimbangan bahwa pihak yang berutang menunjukkan iktikad baik untuk menyelesaikan utangnya, tetapi pada waktu yang ditentukan belum dapat melunasinya sehingga perlu diberikan penundaan pelunasan utang. Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 38 Ayat (1) Yang dimaksud dengan jatuh tempo adalah: a. dalam hal tagihan negara kepada pihak yang berutang lihat Pasal 37 ayat (1); b. dalam hal tagihan pihak yang berpiutang kepada negara adalah tiga puluh hari sejak tanggal keputusan adanya tagihan. Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 39 Ayat (1) Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferensi yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik yang berutang. Setelah tagihan pabean dilunasi, baru diselesaikan pembayaran kepada pihak-pihak lainnya. Maksud ayat ini adalah untuk memberi kesempatan kepada Pemerintah untuk mendapatkan bagian lebih dahulu dari pihak-pihak lainnya atas harta milik yang berutang untuk melunasi tagihan pabean. Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 40 Ayat (1) Hak menagih atas utang berdasarkan pasal ini berlaku, baik untuk tagihan negara kepada yang berutang maupun tagihan pihak yang berpiutang kepada negara. Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 41 Utang yang tidak dapat diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini, penagihannya diserahkan kepada instansi pemerintah yang mengurusi penagihan piutang negara. Pasal 42 Ayat (1) Huruf a.
Cukup jelas

Huruf b.

Yang dimaksud dengan jaminan yang dapat digunakan terus-menerus adalah jaminan yang diserahkan dalam bentuk dan jumlah tertentu dan dapat digunakan dengan cara: 1. jaminan yang diserahkan dapat dikurangi setiap ada pelunasan Bea Masuk sampai jaminan tersebut habis; atau 2. jaminan tetap dalam batas waktu yang tidak terbatas sehingga setiap pelunasan Bea Masuk dilakukan dengan tanpa mengurangi jaminan yang diserahkan. Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d.

Jaminan lainnya dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kemungkinan diserahkannya jaminan selain yang tercantum dalam huruf a sampai dengan huruf c.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Mengingat penyediaan Tempat Penimbunan Sementara dimaksudkan untuk menimbun barang untuk sementara waktu, perlu adanya pembatasan jangka waktu penimbunan barang-barang di dalamnya. Jangka waktu tiga puluh hari yang disediakan dianggap cukup untuk memberi kesempatan kepada yang berkepentingan agar segera mengeluarkan barangnya dari Tempat Penimbunan Sementara juga agar tidak mengganggu kelancaran arus barang di pelabuhan (kongesti).
Ayat (3)
Ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa terhadap barang impor wajib Bea Masuk yang hilang dari Tempat Penimbunan Sementara, disamping adanya kewajiban membayar Bea Masuk yang terutang, kepada pengusaha Tempat Penimbunan Sementara juga dikenai sanksi administrasi berupa denda.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 44
Tujuan pengadaan Tempat Penimbunan Berikat dalam undang-undang ini adalah untuk memberikan fasilitas kepada pengusaha berupa penangguhan pembayaran Bea Masuk serta dapat melakukan kegiatan menyimpan, menimbun, memamerkan, menjual, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengolah barang yang berasal dari luar Daerah Pabean tanpa lebih dahulu dipungut Bea Masuknya. Dengan adanya Tempat Penimbunan Berikat ini, akan dapat dijamin adanya kelancaran arus barang dalam kegiatan Impor atau Ekspor serta peningkatan produksi dalam negeri dalam rangka pembangunan dan pengembangan ekonomi nasional.
Yang dimaksud dengan penangguhan adalah peniadaan sementara kewajiban pembayaran Bea Masuk sampai timbul kewajiban untuk membayar Bea Masuk berdasarkan undang-undang ini. Yang dimaksud dengan pengusaha Tempat Penimbunan Berikat adalah orang yang nyata-nyata melakukan kegiatan usaha menimbun, mengolah, memamerkan, atau menjual barang di Tempat Penimbunan Berikat.

Yang dimaksud dengan penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat adalah orang yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan Tempat Penimbunan Berikat di suatu tempat, bangunan, atau kawasan. Dalam hal tertentu, penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat dapat juga berfungsi sebagai pengusaha Tempat Penimbunan Berikat apabila penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat hanya diperuntukkan bagi pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan oleh penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat.

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup Jelas.

Ayat (2)

Tarif yang dipergunakan untuk menghitung Bea Masuk atas barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat ke peredaran bebas adalah tarif yang berlaku pada saat barang tersebut dikeluarkan. Sedangkan nilai pabean yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan Bea Masuk adalah nilai pabean dari barang pada saat barang tersebut dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat. Apabila dasar perhitungan Bea Masuk diberitahukan dalam mata uang asing, kurs yang dipergunakan adalah kurs yang berlaku pada saat barang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat.
Ayat (3)
Meskipun pengeluaran barang pada ayat ini dilakukan dengan tanpa maksud untuk mengelakkan pembayaran Bea Masuk, karena telah diajukan Pemberitahuan Pabean dan Bea Masuknya telah dilunasi, tetapi pengeluarannya dilakukan tanpa persetujuan Pejabat Bea dan Cukai, maka atas pelanggaran tersebut si pelanggar dikenai sanksi administrasi.
Ayat (4)
Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa terhadap barang impor yang wajib Bea Masuk yang hilang dari Tempat Penimbunan Berikat, disamping adanya kewajiban membayar Bea Masuk yang terutang, kepada pengusaha Tempat Penimbunan Berikat juga dikenai sanksi administrasi berupa denda.
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan izin Tempat Penimbunan Berikat dibekukan adalah bahwa Tempat Penimbunan Berikat tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan sampai diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali izin dimaksud. Pembekuan izin ini merupakan tindak lanjut dari hasil audit Pejabat Bea dan Cukai terhadap Tempat Penimbunan Berikat.
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Kewajiban untuk menyelenggarakan pembukuan dan menyimpan catatan serta surat-menyurat yang bertalian dengan Impor atau Ekspor diperlukan untuk pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan setelah barang dikeluarkan dari Kawasan Pabean. Audit di bidang Kepabeanan dilakukan dalam rangka mengamankan hak-hak negara sebagai konsekuensi diberlakukannya sistem self-assessment dan pemeriksaan barang secara selektif.
Yang dimaksud dengan pengusaha pengangkutan adalah Orang yang menyediakan jasa angkutan barang impor atau ekspor dengan sarana pengangkut di darat, laut, atau udara.

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51

Buku, catatan, dan surat-menyurat yang berhubungan dengan kegiatan usaha Impor atau Ekspor harus disimpan selama sepuluh tahun, sehingga apabila dalam batas waktu tersebut diketahui terdapat pelanggaran terhadap undang-undang ini, buku, catatan, dan surat-menyurat yang diperlukan masih tetap tersedia. Keharusan kurun waktu sepuluh tahun penyimpanan buku, catatan, dan surat-menyurat tersebut adalah taat asas (konsisten) dengan ketentuan Pasal 111 mengenai kedaluwarsanya tuntutan pidana di bidang Kepabeanan.
Pasal 52
Cukup jelas

Pasal 53

Ayat (1)
Pada hakikatnya pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan larangan dan pembatasan atas impor atau ekspor barang tertentu tidak mungkin dilakukan sendiri-sendiri oleh tiap instansi teknis yang menetapkan peraturan larangan atau pembatasan pada saat pemasukan atau pengeluaran barang ke atau dari Daerah Pabean. Sesuai dengan praktik kepabeanan internasional, pengawasan lalu-lintas barang yang masuk atau keluar dari Daerah Pabean dilakukan oleh instansi pabean. Dengan demikian, agar pelaksanaan pengawasan peraturan larangan dan pembatasan menjadi lebih efektif dan terkoordinasi, instansi teknis yang bersangkutan wajib menyampaikan peraturan dimaksud kepada Menteri untuk ditetapkan dan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Yang dimaksud dengan instansi teknis adalah departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Barang yang dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya yang tidak memenuhi syarat dalam ayat ini adalah barang impor atau ekspor yang telah diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean, tetapi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan larangan atau pembatasan atas barang yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean dalam pasal ini dapat berupa pemberitahuan kedatangan sarana pengangkut, pemberitahuan impor untuk dipakai, dan pemberitahuan ekspor barang.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan ditetapkan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah bahwa peraturan perundang-undangan yang bersangkutan telah mengatur secara khusus penyelesaian barang impor yang dibatasi atau dilarang, misalnya impor limbah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
Pasal 54
Perintah tertulis tersebut dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi Kawasan Pabean, yaitu tempat kegiatan Impor atau Ekspor tersebut berlangsung.
Dalam hal impor barang tersebut ditujukan ke beberapa Kawasan Pabean dalam Daerah Pabean Indonesia, permintaan perintah tersebut ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi Kawasan Pabean pertama, yaitu tempat impor barang yang bersangkutan ditujukan atau dibongkar. Dalam hal Ekspor dilakukan dari beberapa Kawasan Pabean, permintaan tersebut ditujukan kepada dan dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi Kawasan Pabean pertama, yaitu tempat Ekspor berlangsung.

Pasal 55
Kelengkapan bahan-bahan seperti tersebut dalam huruf a sampai dengan huruf d sangat penting dan karena itu kelengkapannya bersifat mutlak. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindarkan penggunaan ketentuan ini dalam praktik dagang yang justru bertentangan dengan tujuan pengaturan untuk mengurangi atau meniadakan perdagangan barang-barang hasil pelanggaran merek dan hak cipta.
Praktik dagang serupa itu, yang kadangkala dilakukan sebagai cara melemahkan atau melumpuhkan pesaing, pada akhirnya tidak menguntungkan bagi perekonomian pada umumnya. Oleh karena itu, keberadaan jaminan yang cukup nilainya memiliki arti yang penting setidaknya karena tiga hal. Pertama, melindungi pihak yang diduga melakukan pelanggaran dari kerugian yang tidak perlu. Kedua, mengurangi kemungkinan berlangsungnya penyalahgunaan hak. Ketiga, melindungi Pejabat Bea dan Cukai dari kemungkinan adanya tuntutan ganti rugi karena dilaksanakannya perintah penangguhan.

Pasal 56
Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)
Jangka waktu sepuluh hari kerja tersebut merupakan jangka waktu maksimum bagi penangguhan. Jangka waktu tersebut disediakan untuk memberi kesempatan kepada pihak yang meminta penangguhan agar segera mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Perpanjangan jangka waktu penangguhan tersebut hanya dapat dilakukan dengan syarat yang ketat untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan hak untuk meminta penangguhan.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 58
Ayat (1)
Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam rangka identifikasi atau pencacahan untuk kepentingan pengambilan tindakan hukum atau langkah-langkah untuk mempertahankan hak yang diduga telah dilanggar. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan sepengetahuan Pejabat Bea dan Cukai.
Ayat (2)
Karena permintaan penangguhan tersebut masih berdasarkan dugaan, kepentingan pemilik barang juga perlu diperhatikan secara wajar. Kepentingan tersebut, antara lain kepentingan untuk menjaga rahasia dagang atau informasi teknologi yang dirahasiakan, yang digunakan untuk memproduksi barang impor atau ekspor tersebut. Dalam hal demikian, pemeriksaan hanya diizinkan secara fisik, sekedar untuk mengidentifikasi atau mencacah barang-barang yang dimintakan penangguhan.
Pasal 59
Cukup jelas

Pasal 60

Yang dimaksud dengan keadaan tertentu tersebut, misalnya kondisi atau sifat barang yang cepat rusak.
Pasal 61
Cukup jelas

Pasal 62

Tindakan karena jabatan ini dilakukan hanya kalau dimiliki bukti-bukti yang cukup. Tujuannya untuk mencegah peredaran barang-barang yang merupakan atau berasal dari hasil pelanggaran merek atau hak cipta yang berdampak buruk terhadap perekonomian pada umumnya. Dalam hal diambil tindakan serupa ini, berlaku sepenuhnya tata cara sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Merek atau Undang-undang tentang Hak Cipta.
Pasal 63
Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)
Dengan tetap memperhatikan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, penerapan ketentuan dalam Pasal 54 sampai dengan Pasal 63 terhadap hak atas kekayaan intelektual, selain menyangkut merek dan hak cipta, dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kemampuan dan kesiapan pengelolaan sistem hak atas kekayaan intelektual.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas

Pasal 66

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan sepanjang belum dilelang adalah dua hari kerja sebelum tanggal pelelangan.
Ayat (3)
Huruf a.
Cukup jelas

Huruf b.

Yang dimaksud dengan barang:
1) yang sifatnya tidak tahan lama, antara lain barang yang cepat busuk misalnya buah segar dan sayur segar;
2) yang sifatnya merusak adalah barang yang dapat merusak atau mencemari barang lainnya, misalnya asam sulfat dan belerang;
3) yang berbahaya adalah barang yang antara lain mudah terbakar, meledak, atau membahayakan kesehatan;
4) yang memerlukan biaya tinggi adalah barang yang pengurusannya memerlukan perlakuan khusus, misalnya binatang hidup dan barang yang harus disimpan dalam ruangan pendingin.
Huruf c.
Cukup jelas

Huruf d.

Cukup jelas

Pasal 67
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan lelang umum adalah penjualan barang yang dilakukan melalui kantor lelang negara.
Ayat (2)
Sisa yang disediakan untuk pemiliknya adalah hasil lelang tersebut setelah dikurangi Bea Masuk dan pajak yang terutang menurut undang-undang ini serta biaya, antara lain sewa gudang, upah buruh, ongkos angkut, dan biaya pelelangan. Sisa hasil lelang tersebut tetap merupakan hak si pemilik barang yang dapat diambilnya dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan pasal ini.
Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud harga terendah adalah harga serendah-rendahnya yang ditetapkan oleh Menteri yang terdiri dari Bea Masuk, pajak yang terutang menurut undang-undang ini, sewa gudang, dan biaya lain, misalnya upah buruh dan ongkos angkut yang harus dicapai dalam pelelangan umum.
Pasal 68
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan barang yang dikuasai negara adalah barang yang untuk sementara waktu penguasaannya berada pada negara sampai dapat ditentukan status barang yang sebenarnya. Perubahan status ini dimaksudkan agar Pejabat Bea dan Cukai dapat memproses barang tersebut secara administratif sampai dapat dibuktikan bahwa telah terjadi kesalahan atau sama sekali tidak terjadi kesalahan, sehingga masalah kepabeanannya dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
Huruf a
Barang yang dikuasai negara pada huruf a ini adalah barang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dinyatakan dilarang dan/atau dibatasi untuk diimpor dan tidak diberitahukan atau diberitahukan secara tidak benar, kecuali jika peraturan yang melarang dan/atau membatasinya menentukan penyelesaian lain atas barang tersebut.
Huruf b
Barang yang dikuasai negara pada huruf b ini adalah barang impor atau ekspor yang ditunda pengeluarannya, pemuatannya, atau pengangkutannya atau sarana pengangkut yang ditunda keberangkatannya oleh Pejabat Bea dan Cukai guna pemenuhan Kewajiban Pabean berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini.
Huruf c
Yang dimaksud dengan barang dan/atau sarana pengangkut yang ditinggalkan di Kawasan Pabean adalah barang yang oleh pemiliknya ditinggalkan di Kawasan Pabean karena tidak memiliki dokumen yang diwajibkan berdasarkan undang-undang ini.
Sarana pengangkut yang ditinggalkan biasanya adalah sarana pengangkut yang kapasitasnya kecil seperti motor boat yang digunakan untuk mengangkut barang yang tidak memenuhi ketentuan undang-undang ini.

Ayat (2)
Pemberitahuan secara tertulis adalah pemberitahuan yang diberikan secara tertulis kepada pemilik atau kuasanya yang menyatakan bahwa barang atau sarana pengangkut miliknya berada dalam penguasaan negara dan pemilik atau kuasanya diminta untuk menyelesaikan Kewajiban Pabeannya. Pengumuman yang dilakukan adalah pengumuman yang ditempelkan pada papan pengumuman yang terdapat di Kantor-Kantor Pabean atau diumumkan melalui media massa seperti surat kabar.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 69
Cukup jelas

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Cukup jelas

Pasal 72

Cukup jelas

Pasal 73

Cukup jelas

Pasal 74

Ayat (1)
Dalam ayat ini secara tegas ditetapkan bahwa Pejabat Bea dan Cukai untuk menyelesaikan pekerjaan yang termasuk wewenangnya dalam rangka mengamankan hak-hak negara, dapat menggunakan segala upaya terhadap orang atau barang, termasuk di dalamnya binatang untuk dipenuhinya ketentuan dalam undang-undang ini. Jika perlu dapat digunakan berbagai upaya untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa di bidang Kepabeanan yang diduga sebagai tindak pidana Kepabeanan guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut undang-undang ini.
Ayat (2)
Penggunaan senjata api sangat dibatasi mengingat besarnya bahaya bagi keselamatan dan keamanan. Oleh karena itu, syarat-syarat penggunaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 75
Ayat (1)
Dalam melaksanakan tugas pengawasan agar sarana pengangkut melalui jalur yang ditetapkan dan untuk memeriksa sarana pengangkut berupa kapal, Pejabat Bea dan Cukai perlu dilengkapi sarana operasional berupa kapal patroli atau sarana pengawasan lainnya seperti radio telekomunikasi atau radar.
Yang dimaksud dengan kapal patroli adalah kapal laut dan kapal udara milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang dipimpin oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagai komandan patroli, yang mempunyai kewenangan penegakan hukum di Daerah Pabean sesuai dengan undang-undang ini.

Ayat (2)
Mengingat dalam penggunaan kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ada kemungkinan menghadapi bahaya yang mengancam jiwa atau keselamatan Pejabat Bea dan Cukai dan kapal patroli, maka dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, kapal patroli dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan/ atau jumlahnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Semua instansi pemerintah, baik sipil maupun angkatan bersenjata bila diminta berkewajiban memberi bantuan dan perlindungan atau memerintahkan untuk melindungi Pejabat Bea dan Cukai dalam segala hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Ketentuan dalam pasal ini menegaskan bahwa bantuan sebagaimana dimaksud di atas adalah sehubungan dengan segala kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 77
Pasal 77 Ayat (1) Ayat ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan tugas administrasi Kepabeanan berdasarkan undang-undang ini. Yang dimaksud dengan menegah barang adalah tindakan administratif untuk menunda pengeluaran, pemuatan, dan pengangkutan barang impor atau ekspor sampai dipenuhinya Kewajiban Pabean. Yang dimaksud dengan menegah sarana pengangkut adalah tindakan untuk mencegah keberangkatan sarana pengangkut. Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 78 Wewenang Pejabat Bea dan Cukai yang diatur dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka pengamanan keuangan negara karena tidak diperlukan adanya penjagaan/pengawalan secara terus-menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai. Pasal 79 Pasal ini memuat ketentuan mengenai wewenang Menteri untuk menetapkan bahwa penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman sebagai pengganti segel yang dilakukan oleh pihak pabean di luar negeri atau pihak lain, dapat diterima.
Dapat diterima mengandung pengertian bahwa penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman tersebut dianggap telah disegel atau dibubuhkan di dalam negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudahan demikian sudah tentu membantu kelancaran perdagangan Indonesia dengan pihak luar negeri. Apabila menurut pertimbangan Menteri, penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman yang telah dilakukan tersebut dianggap tidak cukup atau kurang aman, penyegelan atau pembubuhan tanda pengaman tidak dapat diterima.

Pasal 80
Cukup jelas

Pasal 81

Ayat (1) Penempatan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dilaksanakan apabila pengamanan dalam bentuk penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 tidak dapat dilakukan atau apabila atas pertimbangan tertentu, tindakan penjagaan oleh Pejabat Bea dan Cukai merupakan tindakan yang lebih tepat. Ayat (2) Ketentuan dalam ayat ini memberikan kewajiban kepada pengangkut atau pengusaha yang bersangkutan untuk memberikan bantuan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang ditugaskan, karena di tempat tersebut tidak tersedia akomodasi, agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, antara lain berupa tempat atau ruang kerja, akomodasi, serta makanan dan minuman yang cukup. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 82 Ayat (1) Ayat ini memberikan wewenang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan barang guna memperoleh data dan penilaian yang tepat mengenai pemberitahuan atau dokumen yang diajukan. Pemeriksaan terhadap barang ekspor hanya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2). Pemeriksaan dilakukan secara selektif sesuai dengan tata cara yang diatur oleh Menteri. Hasil pemeriksaan tersebut merupakan salah satu dasar yang digunakan untuk perhitungan Bea Masuk. Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 83 Rahasia surat yang dipercayakan kepada Pos atau perusahaan pengangkutan umum yang ditunjuknya tidak dapat diganggu gugat, kecuali dalam hal yang diuraikan dalam undang-undang ini. Dalam praktik menunjukan bahwa tidak jarang barang yang kecil ukurannya dikirimkan dalam surat. Sehubungan dengan itu, surat yang mungkin berisi barang harus dapat pula dibuka untuk keperluan pemeriksaan. Walaupun dapat dipertanggungjawabkan bahwa pembukaan surat itu untuk keperluan pemeriksaan barang di dalamnya tanpa membaca isinya dan tidak bertentangan dengan rahasia pos, pembukaan surat tersebut harus dilakukan bersama si alamat. Dalam hal si alamat tidak ditemukan, disyaratkan adanya surat perintah dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan dilakukan bersama-sama petugas pos. Yang dimaksud dengan si alamat adalah penerima surat dalam hal Impor atau pengirim dalam hal Ekspor. Pasal 84 Ayat (1) Ayat ini memberikan kewenangan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk meminta kepada importir atau eksportir untuk: a. menyerahkan buku, catatan, dan surat menyurat yang berkaitan dengan: 1. pembelian,
2. penjualan,

3. impor,

4. ekspor,

5. persediaan, atau

6. pengiriman barang yang bersangkutan.

b. menyerahkan contoh barang untuk tujuan pemeriksaan pemberitahuan. Atas penyerahan yang dilakukan oleh importir atau eksportir sebagaimana dimaksud di atas, diberikan tanda bukti penerimaan oleh Pejabat Bea dan Cukai. Dalam hal permintaan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud di atas tidak dipenuhi Pejabat Bea dan Cukai akan melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean berdasarkan data yang ada, dan mungkin akan mengakibatkan kerugian bagi yang bersangkutan. Segera setelah penelitian selesai, buku, catatan, surat-menyurat, dan/atau contoh barang dikembalikan kepada pemiliknya. Ayat (2) Pengambilan contoh barang atas permintaan importir diperlukan untuk pembuatan Pemberitahuan Pabean. Pasal 85
Cukup jelas

Pasal 86

Untuk memperlancar arus barang, pemeriksaan barang di Kawasan Pabean diupayakan seminimal mungkin dengan menggunakan metode selektif. Untuk menjamin kebenaran Pemberitahuan Pabean dalam rangka mengamankan hak-hak negara dilakukan audit di bidang Kepabeanan setelah barang keluar dari Kawasan Pabean. Audit di bidang Kepabeanan dilakukan dengan cara pemeriksaan terhadap pembukuan, catatan, surat-menyurat, serta sediaan barang yang bertalian dengan Impor atau Ekspor. Pasal 87 Ayat (1) Dilihat dari segi kepentingan pengamanan hak-hak negara, perlu dilakukan pengawasan terhadap barang, baik yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara, di dalam Tempat Penimbunan Berikat atau di tempat usaha lain yang barangnya memperoleh pembebasan, keringanan, atau penangguhan Bea Masuk maupun di tempat yang mempunyai sediaan barang yang terkena ketentuan larangan dan pembatasan.
Dalam rangka pengawasan tersebut di atas, ketentuan ini mengatur mengenai kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk dapat melakukan pemeriksaan terhadap bangunan dan tempat lain yang telah diberi izin pengoperasian berdasarkan peraturan perundang-undangan ini atau tempat lain yang berdasarkan pemberitahuan atau dokumen pabean terdapat barang wajib bea atau barang yang dikenai peraturan larangan atau pembatasan.

Ayat (2) Mengingat pada waktu dilakukan pemeriksaan oleh Pejabat Bea dan Cukai ada kemungkinan barang oleh yang bersangkutan telah dipindahkan ke bangunan atau tempat lain yang mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan bangunan atau tempat lain yang sedang dilakukan pemeriksaan, maka ditetapkan ketentuan ini. Berhubungan langsung dalam ayat ini dimaksudkan adalah hubungan secara fisik, sedangkan berhubungan tidak langsung adalah hubungan yang secara fisik tidak berhubungan secara langsung, tetapi secara operasional saling berhubungan. Dengan demikian, dapat dicegah usaha untuk menghindari pemeriksaan atau menyembunyikan barang. Pasal 88 Ayat (1) Bangunan dan tempat lain yang bukan rumah tinggal yang dimaksud dalam ayat ini adalah bangunan yang dipakai bukan sebagai tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, misalnya bangunan yang didirikan khusus untuk menyimpan barang apa pun dan pendiriannya bukan dimaksudkan sebagai tempat usaha berdasarkan undang-undang ini. Apabila berdasarkan petunjuk yang ada bahwa di tempat tersebut terdapat barang yang tersangkut pelanggaran, baik sebagai barang yang wajib Bea Masuk maupun yang dikenai peraturan larangan dan pembatasan, Direktur Jenderal dapat memerintahkan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan terhadap tempat tersebut. Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 89 Ayat (1) Sebagai syarat untuk melakukan pemeriksaan, Pejabat Bea dan Cukai harus memiliki surat perintah dari Direktur Jenderal untuk melindungi hak-hak asasi manusia. Dalam pelaksanaannya, penerbitan surat perintah oleh Direktur Jenderal dapat didelegasikan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 90 Ayat (1) Penghentian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap sarana pengangkut bertujuan untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya peraturan perundang-undangan yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dengan demikian penghentian dan pemeriksaan sarana pengangkut serta barang di atasnya hanya dilakukan secara selektif. Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Dalam melaksanakan pengawasan atas sarana pengangkut yang melakukan pembongkaran barang impor, Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan pekerjaan tersebut jika ternyata barang yang dibongkar berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh diimpor ke dalam Daerah Pabean. Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 91 Ayat (1) Yang dimaksud dengan isyarat adalah tanda-tanda yang diberikan kepada nakhoda atau pengangkut, berupa isyarat tangan, isyarat bunyi, isyarat lampu, radio, dan sebagainya yang lazim dipergunakan sebagai isyarat untuk menghentikan sarana pengangkut. Ayat (2) Untuk menghindari kesewenang-wenangan Pejabat Bea dan Cukai, biaya yang timbul akibat pemeriksaan tersebut dibebankan kepada yang bersalah. Ayat (3) Yang dimaksud dengan dokumen pengangkutan adalah semua dokumen yang disyaratkan baik oleh ketentuan pengangkutan nasional maupun internasional. Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 92 Ayat (1) Mengingat bahwa beberapa barang yang sedemikian kecil ukurannya sehingga dapat disembunyikan di dalam badan atau pakaian yang dikenakan, Pejabat Bea dan Cukai perlu diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan badan. Pemeriksaan badan harus diusahakan sedemikian rupa sesuai dengan norma kesusilaan dan kesopanan. Oleh karena itu, pemeriksaannya harus dilakukan di tempat tertutup oleh orang yang sama jenis kelaminnya, serta dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 93 Ayat (1) Ketentuan pada ayat ini ditujukan untuk menjamin adanya kepastian hukum dan sebagai manifestasi dari asas keadilan yang memberikan hak kepada pengguna jasa kepabeanan untuk mengajukan keberatan atas keputusan Pejabat Bea dan Cukai. Waktu tiga puluh hari yang diberikan kepada pengguna jasa kepabeanan ini dianggap cukup bagi yang bersangkutan untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna pengajuan keberatan kepada Direktur Jenderal. Dalam hal batas waktu tiga puluh hari tersebut dilewati, hak yang bersangkutan menjadi gugur dan penetapan dianggap disetujui. Ayat (2) Penetapan jangka waktu enam puluh hari kepada Direktur Jenderal untuk memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh pengguna jasa kepabeanan ini merupakan jangka waktu yang wajar mengingat Direktur Jenderal juga perlu melakukan pengumpulan data dan informasi dalam memutuskan suatu keberatan yang diajukan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ditolak oleh Direktur Jenderal adalah penolakan oleh Direktur Jenderal atas keberatan yang diajukan sehingga penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai menjadi tetap.
Penolakan oleh Direktur Jenderal ini dapat pula berupa penolakan sebagian atas keberatan yang diajukan, yang berarti bahwa Direktur Jenderal menetapkan lain dari penetapan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai, dan penetapan ini dapat lebih besar atau lebih kecil daripada penetapan Pejabat Bea dan Cukai tersebut.

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 94
Cukup jelas

Pasal 95

Badan peradilan pajak yang dimaksud dalam pasal ini adalah badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 yang dibentuk khusus untuk memeriksa dan memutus permohonan banding di bidang fiskal (perpajakan).
Dalam pengertiannya, pajak terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung antara lain berupa pajak penghasilan, sedangkan yang termasuk dalam pajak tidak langsung antara lain pajak pertambahan nilai, Bea Masuk, dan cukai.

Untuk itu badan peradilan pajak yang akan dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 akan mengatur pula peradilan di bidang Bea Masuk dan cukai. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan efisiensi badan peradilan di bidang fiskal sehingga dapat dihindarkan adanya dua badan peradilan di bidang fiskal yang harus dibentuk dengan undang-undang tersendiri.

Pasal 96 Ayat (1) Sebelum badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dibentuk, permohonan banding diajukan atau upaya untuk memperoleh keadilan di bidang Kepabeanan dan cukai dilakukan melalui suatu lembaga banding yang keputusannya bukan merupakan keputusan Tata Usaha Negara sehingga tidak dapat diajukan banding kepada Peradilan Tata Usaha Negara. Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 97 Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Meskipun anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai diangkat oleh Pemerintah, dalam memberikan keputusan atas permohonan banding, lembaga tersebut harus netral. Oleh karena itu susunan keanggotaannya tidak hanya terdiri dari kalangan Pemerintah, tetapi juga dari kalangan pengusaha swasta dan pakar. Pasal 98
Cukup jelas

Pasal 99

Ayat (1) Persidangan majelis untuk memeriksa dan memutuskan suatu permohonan banding bersifat tertutup mengandung pengertian bahwa persidangan tersebut tidak terbuka untuk umum sehingga yang hadir dalam persidangan hanyalah anggota majelis itu sendiri. Untuk kepentingan pemeriksaan, majelis dapat meminta kehadiran pihak pemohon atau kuasanya Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 100 Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai adalah lembaga netral yang diharapkan dapat memberikan keputusan yang seobjektif mungkin. Oleh karena itu apabila dalam menyelesaikan atau memeriksa suatu permohonan banding ada anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai yang mempunyai kepentingan pribadi dengan pemohon, anggota yang bersangkutan tidak boleh memeriksa permohonan banding tersebut dan harus mengundurkan diri dari keanggotaan majelis.
Untuk kepentingan pemeriksaan permohonan banding tersebut, Ketua Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai menunjuk anggota pengganti. Kepentingan pribadi dalam pasal ini meliputi juga adanya hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, dan hubungan suami istri, meskipun sudah cerai, antara anggota Lembaga Pertimbangan Bea dan Cukai dan pemohon. Anggota majelis yang mengundurkan diri harus diganti oleh anggota yang lain dari unsur yang sama.

Pasal 101
Cukup jelas

Pasal 102

Undang-undang ini telah mengatur atau menetapkan tata cara atau kewajiban yang harus dipenuhi apabila seseorang mengimpor atau mengekspor barang. Dalam hal seseorang mengimpor atau mengekspor barang tanpa mengindahkan ketentuan atau prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang ini diancam dengan pidana berdasarkan pasal ini dengan hukuman akumulatif berupa pidana penjara dan denda. Yang dimaksud dengan tanpa mengindahkan ketentuan undang-undang ini adalah sama sekali tidak memenuhi ketentuan atau prosedur sebagaimana telah ditetapkan undang-undang ini. Dengan demikian, apabila seseorang mengimpor atau mengekspor barang yang telah mengindahkan ketentuan undang-undang ini, walaupun tidak sepenuhnya, tidak termasuk perbuatan yang dapat dipidana berdasarkan pasal ini. Pasal 103 Huruf a
Cukup jelas

Huruf b

Mengelakkan pembayaran Bea Masuk dan/atau pungutan negara lainnya dalam rangka impor, dapat terjadi bukan hanya dalam hal yang bersangkutan telah mengajukan Pemberitahuan Pabean dan telah melakukan pembayaran namun mengelakkan pembayaran kekurangannya, tetapi juga karena sama sekali belum mengajukan Pemberitahuan Pabean dan belum membayar Bea Masuk dan/atau pungutan negara lainnya dalam rangka impor.
Pungutan negara lainnya dalam rangka impor antara lain berupa cukai atas Barang Kena Cukai Impor dan Pajak Pertambahan Nilai atas barang kena pajak impor.

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d

Ketentuan pidana ini berhubungan dengan keadaan di mana seseorang ditemukan menimbun, memiliki, menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang berasal dari tindak pidana penyelundupan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102. Jika barang tersebut ditemukan sebagai hasil dari pemeriksaan buku atau informasi intelijen, penyidik dapat menyita barang tersebut sesuai dengan wewenang berdasarkan Pasal 112 ayat (2) huruf k. Seseorang yang ditemukan menimbun, memiliki, menyimpan, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang tanpa diketahui siapa pelaku kejahatan dapat dikenai pidana sesuai dengan pasal ini. Akan tetapi, jika yang bersangkutan memperoleh barang tersebut dengan iktikad baik, yang bersangkutan tidak dituntut. Kemungkinan bisa terjadi, pelaku kejahatan dapat diketahui, sehingga kedua-duanya dapat dituntut. Pasal 104 Huruf a
Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Ayat ini dimaksudkan untuk mencegah dilakukannya pemalsuan atau pemanipulasian data pada dokumen pelengkap pabean, misalnya invoice. Pasal 105
Cukup jelas

Pasal 106

Cukup jelas

Pasal 107

Pasal ini menegaskan, jika pengusaha pengurusan jasa kepabenan melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini dalam melaksanakan pekerjaan yang dikuasakan oleh importir atau eksportir, yang bersangkutan diancam dengan pidana yang sama dengan ancaman pidana terhadap importir atau eksportir. Misalnya, jika pengusaha pengurusan jasa kepabeanan memalsukan nilai pabean pada invoice yang diterima dari importir sehingga Pemberitahuan Pabean yang diajukan atas nama importir tersebut lebih rendah, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan dikenai ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf c. Pasal 108 Pasal ini memberikan kemungkinan dapat dipidananya suatu badan hukum, perseroan atau perusahaan, termasuk badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, bentuk usaha tetap atau bentuk usaha lainnya, perkumpulan, termasuk persekutuan, firma atau kongsi, yayasan atau organisasi sejenis, atau koperasi karena dalam kenyataan kadang-kadang orang melakukan tindakan dengan bersembunyi di belakang atau atas nama badan-badan tersebut di atas. Oleh karena itu, selain badan tersebut, harus dipidana juga mereka yang telah memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana atau yang sesungguhnya melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian orang yang bertindak tidak untuk diri sendiri, tetapi wakil dari badan tersebut, harus juga mengindahkan peraturan dan larangan yang diancam dengan pidana, seolah-olah mereka sendirilah yang melakukan tindak pidana tersebut. Atas dasar hasil penyidikan, dapat ditetapkan tuntutan pidana yang akan dikenakan kepada badan-badan yang bersangkutan dan/atau pimpinannya. Sanksi pidana yang dijatuhkan kepada badan tersebut senantiasa berupa pidana denda. Pasal 109
Secara umum, pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh Penuntut Umum. Namun, barang impor atau ekspor yang berdasarkan putusan pengadilan dinyatakan dirampas untuk negara, berdasarkan undang-undang ini menjadi milik negara yang pemanfaatannya ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 110
Cukup jelas

Pasal 111

Kedaluwarsa penuntutan tindak pidana di bidang Kepabeanan dimaksudkan untuk memberikan suatu kepastian hukum, baik kepada masyarakat usaha maupun penegak hukum.
Pasal 112
Cukup jelas

Pasal 113

Cukup jelas

Pasal 114

Ayat (1)
Pengenaan denda administrasi yang dihitung berdasarkan persentase Bea Masuk dirasa cukup memenuhi rasa keadilan karena besar kecilnya sanksi dapat diterapkan secara proporsional dengan berat ringannya pelanggaran yang dapat mengakibatkan kerugian negara. Namun, dalam era globalisasi ekonomi, kebijaksanaan umum di bidang tarif ditujukan untuk menurunkan tingkat tarif sehingga akan terdapat beberapa jenis barang yang tarif Bea Masuknya nol persen. Apabila demikian halnya, pengenaan sanksi administrasi berupa denda yang dihitung berdasarkan persentase dari Bea Masuk tidak dapat lagi diterapkan secara proporsional, sedangkan pelanggaran yang timbul atas tidak dipenuhinya suatu ketentuan tetap harus diberikan sanksi. Oleh karena itu, pelanggaran ketentuan di bidang Kepabeanan yang dilakukan terhadap impor barang yang tarif atau tarif akhirnya nol persen, dikenai sanksi administrasi berdasarkan satuan jumlah dalam rupiah.
Ayat (2)
Penetapan penyesuaian besarnya sanksi administrasi dan besarnya bunga dengan Peraturan Pemerintah bertujuan untuk mengantisipasi adanya perubahan nilai mata uang.
Pasal 115
Cukup jelas

Pasal 116

Huruf a.
Meskipun peraturan perundang-undangan Kepabeanan yang lama telah dicabut dengan diundangkannya undang-undang ini, untuk menampung penyelesaian tagihan Bea Masuk dan pungutan impor lainnya, demikian pula tagihan pihak yang berpiutang kepada negara berupa kelebihan pembayaran Bea Masuk dan pungutan lain yang pelaksanaannya masih berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Kepabeanan yang lama, maka undang-undang ini menentukan jangka waktu berlakunya peraturan perundang-undangan lama sampai dengan tanggal 1 April 1997.
Huruf b.
Cukup jelas

Pasal 117
Cukup jelas

Pasal 118

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3612

Tidak ada komentar:

Posting Komentar